INISIAL ’D’
Dalam serinya : “DANU”
Diruang kreatif
siswa dan kegiatan OSIS, Dina, Dian, dan Diana, duduk dimeja panjang ditengah
ruangan.
“Bunga- bunga
kering ini dirangkai disekitar, dipinggiran kartun tebal ini, berukuran160 x
80 cm, sebelumnya aku memberi beberapa background nya dengan foto-foto bunga
dan alam, lalu puisi-puisi aku susun dibawah rangkaian bunga kering,
ditengahnya aku susun cerita bergambar dan beberapa cerpen yang masuk ke meja
redaksi.”Dian sibuk merangkai majalah dinding siswa, yang akan terbit mingguan
ini, dan Dian memigorakan hasil majalah dinding minggu lalu, kumpulan
foto-foto, kumpulan puisi, kumpulan cerpen, dan cerita bergambar kartoon,
sebagai kenang-kenangan selama dia menjabat sebagai editing majalah dinding
siswa.
“Aku juga sibuk
mengedit majalah siswa yang terbit mingguan, sekitar 60 halaman, kumpulan
puisi, kumpulan cerpen, kumpulan cerita bergambar, dan beberapa kegiatan
sekolah, dari marching band, karawitan lintas alam, dan kegiatan sosial
sekolah, di kumpulkan dalam majalah kreatif siswa, dan senin ini aku akan
kepercetakan untuk mencetak bukunya.”Dina mengedit tulisan siswa dan juga
menempelkan beberapa foto dalam ukuran folio untuk dicetak menjadi majalah
siswa mingguan.
“Aku juga sibuk
menyusun acara open air, ajang panggung terbuka, acara musik, drama, dan seni
budaya siswa yang akan digelar dilapangan basket.”Diana juga memamerkan
kesibukkannya kepada kedua sahabatnya.
3D, itu kelompok
yang mereka buat, terdiri dari Dian, anak IPS-1, ranking satu di IPS. Dina,
FISIKA-1, anak ranking pertama dikelasnya. Dan terakhir, Diana, BIOLOGI-1, anak
ranking pertama dikelasnya.
“Memang anak-anak
berinisial-D, seperti kita ini selalu menjadi idola dan pintar.”Itulah
perkataan Dina, pada kedua sahabatnya.
Rapat minggu pagi,
sebelum acara open air dimulai dan pembagian majalah siswa disetiap kelas telah
dibagikan sesuai absennya, anak-anak band, karawitan, drama, angklung berlatih
diruang ekstrakurikuler. Anak-anak OSIS berkumpul di aula, guru BK, memberikan
beberapa kata-kata pembuka dan inti rapat hari itu, untuk membuat acara
perpisahan untuk kakak kelas, yang duduk dikelas 3 SMA.
Dian mencabut
majalah dinding minggu lalu dan menggantinya dengan yang baru.”Ini akan ku
pigorakan sebagai kenangan-kenangan pribadiku, kupajang didinding kamarku,
foto-foto anak-anak photografer, kumpulan puisi, dan gambar cartoonnya.”
Dina juga membukukan
semua majalah siswa selama dia menjabat sebagai editingnya.”Aku juga melakukan
hal yang sama denganmu, mengumpulkan semua majalah siswa selama aku menjadi
editingnya, kubendel jadi satu dan kuarsipkan, sebagai koleksi pribadi, ini
yang aslinya sebelum dicetak dipercetakan.”
“Mungkin aku yang
paling tidak menyukai mengumpulkan sampah, dan barang-barang yang mudah
dihinggapi debu didalam kamarku.”Diana mengomentari semua perbuatan kedua
sahabatnya.
“Okelah, kamu
paling bersihan dari kita, tapi kita akan membuat panitia perpisahan kakak
kelas kita, aku akan membuat undangan untuk orang tua tiap kelasnya, desainnya
seperti buku agenda kecil dari kertas daur ulang, covernya akan kutempel
bunga-bunga kering, dihalaman pertama agenda undangan adalah foto semua guru di
SMA ini, halaman kedua adalah foto semua siswa disetiap kelas, dan halaman
ketiganya adalah waktu, tempat pelaksanaan perpisahan.”Dian mendesain undangan
perpisahan kelas tiga.
“Aku akan membuat
acara perpisahan, seluruh orang tua siswa akan berkumpul di aula beserta anak
mereka masing-masing, pengisi acara adalah adik kelas, ditutup gitar klasik
perwakilan dari kelas 3, Danu, dia akan berceramah sebagai perwakilan kelas 3,
kemudian memainkan gitar klasiknya, dibelakangnya diiringi konser kecil
anak-anak musik klasik.”Diana juga merancang kegiatan malam perpisahan.
“Kenapa kamu
yakin, Danu meraih nilai tertinggi dalam ujian akhir ?Bukankah penutup acara
adalah peraih nilai akhir terbaik.”Dina menanggapi pendapat Diana.
“Karena selama
tiga tahun ini dia yang terbaik.”Diana menjawab singkat.
“Apa bukan karena
kamu jatuh cinta padanya, Danu itu.”Dian berkata sangat jujur.
“Apa kalian juga
tidak mencintainya, Danu pintar, tinggi, putih, kaya, cakep lagi, apa yang
tidak ada padanya.”Diana membela diri.
Kali ini mereka
terdiam, karena memang betul semuanya tentang Danu.
Dalam acara open
air, dilapangan basket sekolah, Diana sibuk merekam video acara tersebut,
apalagi Danu walaupun sudah kelas 3 SMA, dia masih aktif dengan beberapa adik
kelas dan seangkatannya, dalam musik klasik.
“Kamu memang tidak
mengumpulkan kertas-kertas seperti kita yang dapat dibendel dibukukan, ataupun
dipigorakan dengan bingkai kayu dan kaca, tapi kamu menyimpan moment open air
dalam micro sd mu.”Dian memberikan komentarnya, tapi Diana tetap sibuk
mengambil moment terakhir acara itu, yaitu gitar klasik yang dimainkan, Danu.
Setelah acara open
air selesai, Diana baru berbicara,”Kita harus mencari pengganti kita, adik
kelas perlu kita bimbing agar segala kegiatan kita ini lebih berkembang dan
tidak terhenti.”
“Apalagi, tahun
ini juga akhir jabatan kita, kita akan naik kekelas 3 SMA, kita diharapkan oleh
wali kelas dan orang tua kita untuk fokus ujian masuk perguruan tinggi negeri
yang terbaik di Indonesia.”Dina ikut menambahkan komentar Diana.
“Apa rencana
kalian?”Dian ikut berbicara menunggu pendapat kedua sahabatnya dilanjutkan.
“Kita perlu pengganti
kita masing-masing, aku menunjuk satu orang penggantiku, kalianpun
masing-masing menunjuk satu orang, kalau ketua OSIS, perlu pemilihan antar
kelas dan juga guru-guru.”Diana melanjutkan pembicaraannya.
“Maksudku, apa
rencana kita untuk masuk keperguruan tinggi terbaik di Indonesia.”Dian
melanjutkan juga pertanyaannya.
“Aku ingin masuk
fakultas kedokteran, ayahku seorang dokter, specialis bedah syaraf, aku ingin
menjadi dokter bedah tulang.”Diana menyampaikan cita-cita didepan sahabatnya.
“Aku ingin menjadi
arsitektur, walau ayahku seorang pelaut, aku ingin menjadi arsitek, bagiku
merencanakan bangunan seperti menanam tanaman, biji yang tumbuh, pertama kali
adalah akarnya, setelah akarnya tumbuh kuat dan dapat mengambil sari makanan barulah
tumbuh daun kemudian batangnya. Begitu juga bangunan gedung pencakar langit,
kuat pondasinya. Aku juga ingin merencanakan bangunan kontemporer, selain ada
perkantoran tapi bisa untuk rumah tinggal, juga sekaligus rumah yang cocok
untuk liburan dan beristirahat.”Dina pun mengungkapkan cita-citanya.
“Berarti
cita-citaku paling sederhana, aku ingin menjadi seorang akunting.”Dian juga
menyampai cita-citanya.
“Apa cita-cita
Danu?”Diana tiba-tiba memikirkan Danu.
“Tentulah dia
ingin menjadi dokter, bukankah ayah Danu seorang dokter, kamu ingat reuni akbar
tahun lalu, ayah Danu alumni sekolah sini juga, kalau ayahnya dokter pasti
ingin juga anaknya menjadi dokter. Bukankah seperti itu Diana.”Dian menjawab
penasarannya Diana.
“Bukankah ayahmu,
Diana, alumni sekolahan sini juga, kitakan bersama Danu, tahun kemarin menjadi
panitia reuni akbar, tentulah mengetahui data alumni sekolah sini.”Dina juga
membetulkan pernyataan Dian.
“Mau kemana kita
sekarang?”Diana mengajak kedua sahabatnya berjalan-jalan di hari Minggu, sore
hari yang indah, masa remaja yang indah.
Mereka bertiga
menuju sebuah toko buku, melihat-lihat buku merangkai bunga, dan seni lukis.
“Kamukan mengikuti
ekstrakurikuler merangkai bunga Dian?”Diana mengikuti Dian yang mengambil buku
merangkai bunga kering dan bunga segar.
“Iya, tapi aku
juga bersama Dina ikut juga seni lukis, kamu, Diana, kenapa suka karawitan, apa
ada alasan yang cukup idealis, melestarikan kebudayaan bangsa?”Dian menjawab
pertanyaan Diana.
“Tidak, dari semua
pilihan ekstra kurikuler hanya karawitan yang menurutku tidak terlalu
menghabiskan tenagaku.”Diana memberikan alasan.
“Iya, aku juga
malas ikut ektra kurikuler olah raga, band, photografi, dan sebagainya, selain
menghabiskan waktu latihan, juga menghabiskan biaya.”Dina membetulkan pendapat
Diana.
“Kita beli
souvenir yuuk, untuk kenangan kita bertiga?”Dian mengajak ke tempat
pernik-pernik.
“Kita beli pena
tinta yang bisa ditulis inisialnya, akan kutulis inisia ‘D’?Diana menunjuk pena
parker yang berlapis perak.
“Oke, kita juga
membeli gelas yang bisa dicetak foto kita bertiga, dan juga kita tulis inisial
kita ‘D’?Dian juga memberi usul souvenir selain menerima usul Diana.
“Oke, sahabatku,
aku juga harus punya usul, tentang barang souvenir yang akan kita simpan
sebagai kenangan, bagaimana dengan gelang perak berinisial ‘D’?Dina juga ingin
usulnya diterima.
Mereka bertiga
membeli pena parker, Diana memilih warna merah berukIr ditutupnya inisial ‘D’.
Dina memilih warna biru berukir inisial yang sama. Dian memilih warna hijau berukir
inisial yang sama ‘D’.
Gelas keramik pun
juga sama, mencetak foto diatas gelas keramik dan dibawahnya bertuliskan
inisial mereka bertiga ‘D’, Diana berwarna gelas merah, Dina berwarna gelas
biru, dan Dian gelas berwarna hijau.
Kecuali gelang perak,
warnanya sama juga bentuknya, mempunyai gantungan berbentuk huruf ‘D’.
“Ayo kita mampir
kerumahku melihat video open air tadi?”Diana mengajak kedua sahabatnya menginap
dirumahnya.
Serentak mereka
berdua, Dina dan Dian menjawab,”OKE.”
Sampai dirumah
Diana mereka bertiga meletakkan gelas mereka dan menaruh pena didalam gelas,
kemudin tidur ditempat tidur sambil mengangkat tangan kiri mereka yang
mengenakan gelang yang sama sambil berteriak,”3D.”.
........................................................................................................................................
Hari itu mereka
sibuk sekali di aula, tidak terasa waktu berjalan, perpisahan kelas 3 SMA sudah
dihadapan, betul dugaan Diana, Danu tetap terbaik dan nilai tertinggi disekolah.
Diana mengambil video moment terakhir Danu bermain gitar diiringi konser keci,
anak-anakmusik klasik.
Diakhir
perpisahan, ayah Danu memanggil Diana, ternyata ayah Diana teman dekat ayah
Danu semenjak SMA.
“Apa yang ayah
Danu bicarakan denganmu tadi.”Dian bertanya pada Diana.
“Aku hanya
berkenalan dengan ayah Danu, karena ayahku hadir juga disebelah ayah
Danu.”Diana menjawab dengan tenang pertanyaan Dian.
Beberapa bulan
setelah perpisahan kelas 3 SMA.
“Terasa sepi tidak
ada kelas 3.”Diana menggumam sendiri dikamar tidurnya ditemani kedua sahabatnya
sambil belajar.
“Sepi karena tidak
bertemu Danu?”Dian menjawab gumaman Diana.
“Baguskan kita
jadi fokus belajar tidak jadi penguntit rahasia Danu.”Dina juga memberi
pendapatnya sambil mengerjakan soal-soal ujian masuk penguruan tinggi negri.
“Dengar ga, kalau
beberapa hari lagi, Danu yang diterima dikedokteran akan masuk dikelas 3 SMA,
untuk memberikan semangat adik kelasnya, supaya giat belajar dan sukses masuk
perguruan tinggi negri.”Diana berkata penuh semangat.
“Dia, Danu itu,
pasti masuk ke kelasmu, kelas BIOLOGI, ga mungkin masuk kelas IPS, kelasku.”Dian
memberikan tanggapannya.
“Iya, ga mungkin
juga masuk kelas FISIKA, kelasku.”Dina juga memberikan tanggapannya.
“Aku jadi semangat
belajar, aku ingin cepat-cepat masuk fakultas kedokteran.”Diana berbicara
dengan senyum bahagia, dan berimajinasi.
“Bilang aja kamu
ingin bertemu Danu.”Dian bergumam sendiri.
Hari senin
itu......
“Banyak yang
menahan rasa kagumnya saat Danu masuk kekelas BIOLOGI.”Diana memamerkan rasa
senangnya.
“Aku juga lihat
saat Danu pulang, rambut dia sekarang ga cepak lagi, semakin kelihatan
cueeek.”Dian menanggapi perasaan Diana.
“Berarti hanya aku
yang tidak melihat Danu, biarlah nanti kalau aku diterima di Institut ternama
dan terbaik di Indonesia, alias ITB, aku bertekad bertemu Danu.”Dina berjanji
pada kedua temannya.
“OKE, itu pemicu
untuk kita bertiga, berarti tiap minggu kamu mesti bolak-balik Jakarta-Bandung
buat pertemuan rutin kita, kalau kita berdua diterima di Universitas
Indonesia.”Diana mengobati kekecewaan Dina.
Itulah janji
mereka bertiga, bertemu setiap minggu walau sudah berjauhan, bagi mereka
persahabatan adalah hal yang terindah.
........................................................................................................................................................
“Dia terlalu
sombong, seringnya aku bertemu dengannya tapi tidak sedikitpun dia tertarik
padaku, padahal aku adalah adik kelasnya semasa SMA.”Diana mengungkapkan kekecewaannya.
“Aku tahu yang
kamu maksudkan...”Dian ingin menebak.
Spontan Dian dan
Dina berkata bersamaan,”DANU.”
“Kalau kamu
memilih fakultas kedokteran, berarti aku dan Dina bakalan lulus terlebih
dahulu, bahkan wisuda aku dan Dina lebih dahulu daripada wisudanya si Danu.”
“Bagaimana keadaan
Universitas Indonesia ini.”Dina bertanya kepada kedua sahabatnya, Diana yang
kuliah di jurusan kedokteran sedangkan Dian di jurusan akuntansi.
“Layaknya
anak-anak ITB, yang selalu bangga akan dirinya sendiri.”Diana menjawabnya.
“HAHAHAHAHA.”Mereka
bertiga tertawa bangga, sambil mengacungkan tangan kirinya,”3D.”
Minggu itu dan
setiap minggu pagi mereka bertemu di halaman Universitas Indonesia.
“Disetiap tempat
kamu selalu membawa buku-buku tebalmu itu.”Dina mengkritik Diana yang membawa
ransel besar berisi buku-buku kedokterannya.
“Dimana saja kamu
selalu membawa gulungan tempat kertas desainmu.”Dian membalas perkataan Dina.
“Ternyata, dimana
tempatnya, anak sosial selalu paling santai.”Diana melengkapi komentar kedua
sahabatnya.
“Kita makan siang
dimana nih, sebelum aku kembali ke Bandung sore ini.”Dina menanyakan tempat
makan yang dekat dengan kampus.
“Kita berdua makan
diterminal saja, sambil menunggu dan mengantarkanmu kembali ke Bandung.”Diana
memberi usul yang bijaksana.
“Kalian berdua
memang sahabat yang terbaik.”
Beberapa tahun
kemudian...............................................................
“Kamu mengambil
wisuda di semester ganjil, berarti kamu mengejar cumlaude, Dian?”Diana melihat
hasil yudisium Dian, yang mengatakan lulus dengan hasil nilai istimewa.
“Iya, kalian
berdua aku undang, lebih utama dari kedua orang tuaku, jadi sabtu ini kalian
wajib datang jam delapan pagi, menggunakan kebaya, OK.”
Sabtu itu, Dian,
Dina, dan Diana, mereka bertiga memakai kebaya menghadiri wisuda Dian. Dian
menggunakan kebaya hijau tua, Diana menggunakan kebaya merah tua, dan Dina
menggunakan kebaya biru tua, mereka kelihatan cantik, dan lues. Mereka bertiga
memang cantik.
“Semester depan
aku wisuda berarti giliran kalian ke ITB.”Dina mengungkapkan kepada kedua
temannya.
“Berarti genap
empat tahun kamu kuliah di ITB, berarti tinggal aku sendirian di Universitas
Indonesia, apa kalian tetap mengunjungiku kekampus ini?”Diana memelas karena
hanya tinggal dia yang masih kuliah, hingga dua tahun kedepan.
“Kan masih ada
Danu, Danu juga kan wisudanya tahun depan, jadi setahun ini kamu
ditemaninya.”Dina menggoda Diana.
“Kalian tidak
setia kawan, kamu tahukan si Danu itu tidak ada perhatian sama sekali denganku,
dan dengan Dian.”
“Tenang sajalah,
kita bukan saja setahun, dua tahun, bersahabat, kita akan selalu memberimu
semangat, agar kita menjadi yang terbaik disetiap langkah.”Dian merangkul
sahabatnya dan pergi menuju tempat duduk para wisudawan.
Setelah acara wisuda
selesai, mereka bertiga berfoto bersama sambil memamerkan tangan kiri mereka,
menyilang didada, tergantung gelang perak berinisial ‘D’.
Mereka melepas
sepatu berhak tingginya, menggantinya dengan sepatu sport, walau masih
mengenakan kebaya, mereka keliling kota Jakarta dan terakhir pergi ke kepulauan
seribu dengan perahu kecil.
.............................................................................................................................................
Enam bulan
kemudian di hari Sabtu, pagi....
“Aku kira kalian
tidak akan datang ke wisudaku.”Dina menemukan Diana dan Dian di gerbang ITB,
sambil mengenakan kebaya biru.
“Kita berdua
mengenakan kebaya dari Jakarta dini hari tadi, naik bis cepat.”Dian segera
melangkah menggandeng kedua sahabatnya memasuki ITB.
“Tapi kalian bawa
ganti sepatu sport kan, dan mukena, kita akan ke bumi perkemahan, keliling
kebun teh, dan terakhir pemandian air hangat di tangkuban perahu.”Dina
menerangkan rencana mereka setelah wisuda nanti.
“Wah, aku dan Dian
sudah merencanakan semuanya didalam ransel ini, lengkap dengan jaket dan
makanan kecil, susu dan obat anti nyamuk, kemah kecil dan senter.”
“Barang-barangku
sudah kupaketkan ditempat kost Dian, setelah wisuda ini aku akan tinggal di
Jakarta bersama Dian.”
“Berarti kita
bertiga akan setiap hari bertemu?”Diana senang mendengar mereka bertiga
berkumpul kembali.
Serentak Dian dan
Dina menjawab.”IYA.”
Sabtu malam hari
diperkemahan....Didalam kemah kecil mereka bertiga tidur bersama dalam satu
selimut.
“Aku tidak bisa
tidur, selain dingin banyak sekali suara-suara binatang kecil.”Diana memeluk
Dian.
“Tenang,saja kita
bertiga sama-sama takut.”Dian berbicara sambil memeluk Dina.
Dian tidur
ditengah, dalam tenda kecil, didalam kantung selimut menjadi satu.
“Aku pasang senter
disetiap sudutnya, kamu kan takut gelap Diana.”Dina menenangkan Diana yang tak
terbiasa gelap dan suara jangkrik.
“Orang bilang,
yang tidur ditengah akan ditakuti setan.”Dian ikut menjadi takut.
“Aku sudah siram
garam disekitar tenda untuk mengusir ular dan setan.”Dina menenangkan
teman-temannya.
“Kalau kamu masih
takut, tidur terbalik aja, jadi yang tengah, kakinya dikepala kita
berdua.”Diana memberi saran ke Dian, akhirnya Dian memutar letak kepalanya
diantara kaki kedua sahabatnya.
Malam berlalu
dengan tenang tanpa gangguan yang berarti, hanya kabut pegunungan yang tebal,
bintang dan bulan yang buram, serta suara belalang bersautan.
Setelah sholat
subuh dialam bebas, mereka bertiga makan roti dan susu, kemudian berjalan kaki
sambil berlarian kecil menuju kebun teh, yang sedikit terselimuti kabut, dan
tetesan embun sesekali jatuh kewajah mereka.
Diana mengabadikan
semua moment kebersamaannya, selama perjalanannya di Bandung, dengan kameranya.
Terakhir siang itu,
mereka mandi air hangat yang didapat dari kawah tangkuban perahu.
Sore itu, mereka
telah sampai di Jakarta kembali.
“Aku akan pindah
kost, agar kita bertiga bisa berkumpul dalam satu ruangan.”Diana mengungkapkan
keinginannya.
“Apa tidak
mengganggu belajarmu?”Dian menjawab keinginan Diana.
“Kalian berdua
semangat dalam hidupku.”
Beberapa hari
dalam kamar Dian.
“Banyak sekali
bajumu Dian?”Dina mengatur barang-barangnya dalam kontainernya, dan mengatur
buku-buku Diana dalam rak buku.
“Barang-barangmu
seperti alat pertukangan.”Dian mengomentari barang-barang Dina.
“Ini untuk buat
maket, miniatur rumah, kalau rumah dari kayu ya perlu kayu sungguhan, kalau
rumah bambu ya perlu bambu, lalu di cat dan di politur kemudian dipernis.”Dina
menerangkan.
“Lego ini untuk
apa.”Diana menunjuksatu kontainer besar lego.
“ Lego itu untuk
miniatur rumah tembok. Aku akan membuat beberapa desain rumah kayu panggung
khas Indonesia, rumah gadang dari Sumatra Barat yang modern, Rumah panjang dari
Kalimantan, Rumah Joglo dari Yogya. Juga rumah bambu khas dari Jawa Barat. Tapi
aku juga mendesain rumah kaca modern, dan rumah dari batuan alam karena
Indonesia kaya akan batuan bermotif seperti marmer, kecubung, nilam, dan
granit. Kemudian desain gambar dan miniatur rumahnya aku foto, kemudian aku cetak
menjadi buku. Itu obsesiku.”
“Bagaimana
pembagian tugas untukkita bertiga?”Diana menanyakan peraturan yang akan mereka
jalani dalam satu kost.
“Aku akan
mengantarmu ke kampus jam 7 pagi Diana, setelah itu belanja, pukul 9 pagi aku
antar Dian kerja di departement store, aku akan memasak dan membersihkan rumah,
sambil meneruskan pekerjaanku mendesain, sorenya aku jemput kalian berdua
bergantian, dari kampus dan tempat kerja Dian.”
“Aku akan membayar
listrik, air, dan belanja makan sehari-hari, karena aku yang sudah bekerja dari
kalian berdua, tapi kontrakkan rumah, kita bagi bertiga. OK.”Dian menjelaskan
tentang masalah keuangan mereka.
Dina menyiapkan
susu untuk mereka bertiga sebelum segala aktifitas pagi itu dimulai.
“Berarti hanya aku
yang hanya sibuk belajar.”Diana memahami pembagian tugas itu.
“Supaya kamu cepat
menyelesaikan kuliahmu dan mendapatkan nilai istimewa.”Dian menjawab.
“Setelah buku
desainku diterbit, aku dan Dian akan membuat perusahaan kontruksi sendiri.”
“Okelah, aku jadi
semangat kuliah dan iri pada kalian yang sudah mempunyai rencana masa depan.”
Minggu pagi adalah
acara rutin mereka, yaitu mencuci pakaian bersama-sama dalam satu bak besar,
dan menjemurnya di atap rumah, kemudian mereka kekampus dan berlari-lari kecil
didalam kampus, duduk dihalaman kampus, sambil minum susu dan makan roti lapis
telur dadar keju.
“Danu masih aktif
jadi senat mahasiswa?”Dian bertanya pada Diana.
“Masih sih, dia
itu tidak bisa kalau tidak super power, dia yang no. Satu.”
“Aku lihat dia
aktif juga di photografi Indonesia?”Dina melihat-lihat papan pengumuman di
fakultas tadi.
“Iya.”
“Kenapa kamu ga
ikutan juga?”Dina memberikan usul.
“Aku bukan manusia
jenius seperti Danu, kedokteran ini sangat berat untukku, aku setiap hari harus
rajin membaca buku tebal-tebal.”
“Kami berdua akan
membantumu, Dian yang akan mengambil berbagai foto alam dan desain miniaturku,
kemudian kita ikutkan lomba atas namamu, Diana.”
“Perwakilan yang
menang pasti akan pergi berdua dengan Danu, sebagai salah satu peserta terbaik,
iyakan?”Dian juga setuju dengan usul Dina.
“Iya kalau aku dan
Danu terpilih pertama dan kedua se-Jakarta, kalau tidak?Lagian masih difinalkan
lagi seluruh Indonesia berpusat nantinya di Bali.”
“Kita kan berusaha
dahulu menjadi yang terbaik. Ok.”Dina membesarkan hati Diana yang sedikit
pesimis.
“Bukankah kita
bertiga selalu menjadi yang terbaik di bidang kita masing-masing.”Dian sangat
optimis dan bersemangat.
......................................................................................................................................................
“Seharusnya Diana
senang, karena menjadi juara photography kampus mewakili Jakarta, sayangnya
Danu kok ga terpilih ya, kayak ga mungkin deh.”Dian melihat sertifikat juara
Diana dan sebuah kartu undangan kontes photography international di Bali.
“Kita bertiga
harus hadir di Bali, dan membawa beberapa hasil photo andalan kita.”Kata Dian.
“Aku rasanya malas
ke Bali, pelajaranku padat dan kuliahku sistem paket, tidak satu persatu
mengulang tapi keseluruhan paketnya bisa mengulang kalau satu mata kuliahnya
jelek.”Diana membuat alasan.
“Ayolah ini cara
kita berlibur dengan gratis.”Dina menjawab perkataan Diana.
Sepontan mereka
bertiga,”Waow, memang benar, kita berlibur ke Bali dengan gratis.”
.......................................................................................................................................................
“Kamu tidak
melihat itu.”Dina menunjuk sepasang orang diseberang galerry pameran
photography, dengan isyarat matanya.
“Danu mewakili
Bandung, sepasang dengan mahasiswa seni rupa, ITB.”Dian mengerti dari isyarat
petunjuk Dina dengan pandangan matanya.
“Makanya, aku
tidak percaya kalau Danu tidak menjadi yang pertama, dia ingin selalu super power.”Diana
menanggapi keterkejutannya kedua sahabatnya, dengan tenang, dan mendekati photo
perwakilan dari Bandung, fakultas seni rupa.
“Dona, ini
namanya?”Dina membaca inisial dalam photo yang terpajang di dinding.
“Kamu tahu, tak
sedikitpun Danu perduli dengan kita bertiga, teman se SMA nya.”Diana tersenyum
kecut.
Pemandangan yang
sangat unik ketika Danu peraih juara pertama diapit Dona dari Fakultas seni
rupa, ITB, juara keduanya, dan Diana dari Fakultas kedokteran, UI, juara
ketiganya. Semuanya seperti di setting seperti itu. Danu dan Diana selalu bersaing
dalam akademik dan prestasi, semenjak SMA, selalu seperti itu, untuk
mendapatkan perhatian, Danu, Diana selalu berusaha keras.
.......................................................................................................................................................
Mereka bertiga
hadir di wisuda, Diana. Tapi, akhirnya Diana memisahkan diri karena ayah Diana
hadir dalam wisuda tersebut, duduk berempat dengan ayah Danu, dan Danu.
“Kita bertemu lagi
ditempat kost.”Itu yang dikatakan Diana ketika memisahkan diri dengan kedua
sahabatnya, dan memilih duduk berempat dengan ayahnya, Ayah Danu, dan Danu.
Malam setelah
wisuda Diana selesai, mereka bertiga, Diana, Dian, dan Dina mengepak semua
pakaian dan barang-barang mereka.
“Kami akan
mengantarmu di bandara, biar aku dan Dina naik kereta malam ke Surabaya.”
“Iya, kami berdua
sudah mempunyai usaha sendiri, biar usaha kita bisa pindah kembali ke
Surabaya.”Dina menyambung perkataan Dian.
“Terima kasih
sahabatku, kalian telah menemaniku selama dua tahun terakhir ini, kita akan
mengadakan pertemuan rutin setiap minggu setelah sampai di Surabaya.”Diana
menanggapi perkataan kedua sahabatnya.
.........................................................................................................................................................
Disebuah cafe
didepan toko buku, mereka bertiga, Diana, Dian, dan Dina, bertemu setiap
minggunya.
“Kamu tahu apa
yang dikatakan Danu ketika acara lamaran dan perjodohan terjadi dirumahku,
beberapa hari yang lalu?”Diana curhat kepada ketiga sahabatnya.
“Apa ?Sebutkan
saja, walau itu menyakitkan harus kamu ungkapkan, agar beban berat perasaanmu
menjadi ringan.”Dian menenangkan sahabatnya.
“Danu akan
berpoligami apabila perjodohan itu dilanjutkan.”
“Apa tanggapanmu
Diana?”Dina penasaran.
“Aku
menyetujuinya.”
“Kamu gila Diana,
itu menyakitkan dirimu sendiri.”Dian emosi mendengar perkataan Diana yang
begitu tenang.
“Syaratnya, aku
yang menentukan siapa istri kedua dan istri ketiganya, dan aku meminta mas
kawin yang sama sebuah rumah dan mobil, dan gelang emas berinisial ‘D’.”
“Apa Danu setuju
syaratmu itu?”Dian semakin penasaran.
“Setuju, aku
menunjuk kalian sebagai istri kedua dan ketiganya.”
“Kami tidak
sanggup melukai hatimu, Diana.”Dina menjawab tawaran Dian.
“Aku hanya ingin
berbagi bahagia bersama kalian, kalau kalian tidak mau aku mencari orang lain
sebagai istri kedua dan istri ketiganya, apa kalian ingin kebahagiaanku menjadi
kesedihan?”
“Mengapa kamu
berbuat begitu dan menanggapi gurauan Danu, yang ga lucu itu.”Dian merasa
sedih.
“Bukankah kalian
berdua juga mencintai Danu ? Aku sanggup berbagi cinta dengan kalian, hanya
dengan kalian, dan aku mengerti perasaan kalian berdua.”
Akhirnya mereka
bertiga setuju dengan tawaran gila Diana, yang sedikit aneh dan tidak masuk
akal, tapi kalau itu sudah menjadi suatu perjanjian pernikahan, maka semua
harus dilaksanakan. Janji suci yang juga bertanggung jawab dengan Allah.
Beberapa hari
kemudian, setelah perjanjian pranikah ditetapkan dan ditanda tangani, mereka
bertiga, Diana, Dian, dan Dina, mencek alamat rumah yang akan mereka tempati,
rumah bertipe 300 m2, mobil imut, rumah Diana berwarna merah muda sewarna
dengan mobilnya, rumah Dian berwarna hijau muda sewarna dengan mobilnya, dan
rumah Dina berwarna biru muda sewarna dengan mobilnya,....Tapi ada rumah
berwarna ungu muda disebelah rumah Dina dan mobil imut berwarna senada,...Tapi
mereka bertiga mencoba tidak merasakan curiga....
“Kita jalan-jalan
mencari gaun pengantin, dan gelang emas berinisial ‘D’, kemudian perawatan
wajah dan tubuh paket sebagai perawatan pranikah.”Diana mengajak kedua
sahabatnya berjalan-jalan.
“Beberapa hari
lagi kita akan melangsungkan akad nikah, jam delapan pagi Diana, jam dua siang
Dian, dan aku.......... jam tujuh malam.”Dina menghapalkan acara pernikahan yang
sudah diatur oleh EO.
“Iya, apa kalian
tidak gugup.”Dian mengalami trauma pranikah hingga tumbuh jerawat didahinya.
“Tidak juga, kalau
dilewati bersama dengan kalian, hhhh..”Diana tertawa senang.
.......................................................................................................................................................
Seminggu sudah
pernikahan mereka bertiga, tapi Danu malah meninggalkan mereka bertiga seusai
acara akad nikah, dimana sebenarnya Danu...
“Apa betul kita
bertiga telah menikah dengan Danu?”Dian bertanya kepada kedua sahabatnya Diana
dan Dina.
“Iya, seperti
mimpikan ? proses yang sangat cepat dan lancar, coba lhat tangan kiri kita ada
gelang perak berinisial ‘D’, sedang tangan kanan kita ada gelang emas
berinisial ‘D’ juga, cincin emas dengan inisial ‘D’ dan ditengah huruf ‘D’ ada
berliannya, seperti mimpi, kita juga duduk dibelakang rumah kita bertiga,
seperti mimpi.”Dina juga memberi pernyataan yang sama dengan Dian.
“Kalian bahagia ?
Aku juga merasakan bahagia seperti juga kalian, bermimpi indah.”Diana juga
berkata seperti kedua sahabatnya, kata-kata perempuan yang sedang bahagia
menikmati malam-malam pengantinnya.
“Aku rasa kita
belum melewati malam pertama, apa kamu yang pertama melepas kegadisnmu dengan
Danu, nanti setelah Danu datang...?”Dian bertanyapada Diana.
“Terserah Danu
masuk pintu rumah yang mana dahulu, disitu yang akan malam pertama terlebih
dahulu.”Diana menjawab dengan tenang.
Keesokan paginya
tepat setelah seminggu berlalu, Danu datang sambil membawa seorang perempuan
yang serasa pernah mereka temui....ya....disuatu tempat....di Bali....
“Dona....”Dona
memperkenalkan diri.
Terlihat ditangan
kiri Dona bergantung gelang perak berinisial ‘D’, dan ditangan kanan Dona
bergantung gelang emas berinisial ‘D’, beserta cincin kawin emas berinisial ‘D’
dan berlian ditengah huruf tersebut. Mata Diana penuh selidik, Danu mempunyai
selera humor yang tidak lucu. Mereka berempat ditinggal bekerja oleh Danu,
kemudian Dona mengundang Diana, Dian dan Dina masuk kedalam rumah ungu muda
nya, didapur terdapat gelas ungu dengan potret Dona didalamnya, dan dimeja
tamunya terpanjang pena perak berwarna ungu dengan inisial ‘D’ ditutupnya,
mengapa Danu ingin menyamakan Dona dengan ketiga sahabat 3D itu, lelucon yang
benar-banar tidak lucu.
“Bagaimana pun
juga kita berempat adalah istri-istri Danu yang dinikahinya secarah syah, dan
kita berempat harus mampu menerima keadaan ini, dan berbagi kebahagiaan.”Itulah
perkataan bijak Diana dipagi itu.