Kamis, 14 Maret 2013


INISIAL ’D’
Dalam serinya : “DANU”
                Diruang kreatif siswa dan kegiatan OSIS, Dina, Dian, dan Diana, duduk dimeja panjang ditengah ruangan.
                “Bunga- bunga kering ini dirangkai disekitar,  dipinggiran kartun tebal ini, berukuran160 x 80 cm, sebelumnya aku memberi beberapa background nya dengan foto-foto bunga dan alam, lalu puisi-puisi aku susun dibawah rangkaian bunga kering, ditengahnya aku susun cerita bergambar dan beberapa cerpen yang masuk ke meja redaksi.”Dian sibuk merangkai majalah dinding siswa, yang akan terbit mingguan ini, dan Dian memigorakan hasil majalah dinding minggu lalu, kumpulan foto-foto, kumpulan puisi, kumpulan cerpen, dan cerita bergambar kartoon, sebagai kenang-kenangan selama dia menjabat sebagai editing majalah dinding siswa.
                “Aku juga sibuk mengedit majalah siswa yang terbit mingguan, sekitar 60 halaman, kumpulan puisi, kumpulan cerpen, kumpulan cerita bergambar, dan beberapa kegiatan sekolah, dari marching band, karawitan lintas alam, dan kegiatan sosial sekolah, di kumpulkan dalam majalah kreatif siswa, dan senin ini aku akan kepercetakan untuk mencetak bukunya.”Dina mengedit tulisan siswa dan juga menempelkan beberapa foto dalam ukuran folio untuk dicetak menjadi majalah siswa mingguan.
                “Aku juga sibuk menyusun acara open air, ajang panggung terbuka, acara musik, drama, dan seni budaya siswa yang akan digelar dilapangan basket.”Diana juga memamerkan kesibukkannya kepada kedua sahabatnya.
                3D, itu kelompok yang mereka buat, terdiri dari Dian, anak IPS-1, ranking satu di IPS. Dina, FISIKA-1, anak ranking pertama dikelasnya. Dan terakhir, Diana, BIOLOGI-1, anak ranking pertama dikelasnya.
                “Memang anak-anak berinisial-D, seperti kita ini selalu menjadi idola dan pintar.”Itulah perkataan Dina, pada kedua sahabatnya.
                Rapat minggu pagi, sebelum acara open air dimulai dan pembagian majalah siswa disetiap kelas telah dibagikan sesuai absennya, anak-anak band, karawitan, drama, angklung berlatih diruang ekstrakurikuler. Anak-anak OSIS berkumpul di aula, guru BK, memberikan beberapa kata-kata pembuka dan inti rapat hari itu, untuk membuat acara perpisahan untuk kakak kelas, yang duduk dikelas 3 SMA.
                Dian mencabut majalah dinding minggu lalu dan menggantinya dengan yang baru.”Ini akan ku pigorakan sebagai kenangan-kenangan pribadiku, kupajang didinding kamarku, foto-foto anak-anak photografer, kumpulan puisi, dan gambar cartoonnya.”
                Dina juga membukukan semua majalah siswa selama dia menjabat sebagai editingnya.”Aku juga melakukan hal yang sama denganmu, mengumpulkan semua majalah siswa selama aku menjadi editingnya, kubendel jadi satu dan kuarsipkan, sebagai koleksi pribadi, ini yang aslinya sebelum dicetak dipercetakan.”
                “Mungkin aku yang paling tidak menyukai mengumpulkan sampah, dan barang-barang yang mudah dihinggapi debu didalam kamarku.”Diana mengomentari semua perbuatan kedua sahabatnya.
                “Okelah, kamu paling bersihan dari kita, tapi kita akan membuat panitia perpisahan kakak kelas kita, aku akan membuat undangan untuk orang tua tiap kelasnya, desainnya seperti buku agenda kecil dari kertas daur ulang, covernya akan kutempel bunga-bunga kering, dihalaman pertama agenda undangan adalah foto semua guru di SMA ini, halaman kedua adalah foto semua siswa disetiap kelas, dan halaman ketiganya adalah waktu, tempat pelaksanaan perpisahan.”Dian mendesain undangan perpisahan kelas tiga.
                “Aku akan membuat acara perpisahan, seluruh orang tua siswa akan berkumpul di aula beserta anak mereka masing-masing, pengisi acara adalah adik kelas, ditutup gitar klasik perwakilan dari kelas 3, Danu, dia akan berceramah sebagai perwakilan kelas 3, kemudian memainkan gitar klasiknya, dibelakangnya diiringi konser kecil anak-anak musik klasik.”Diana juga merancang kegiatan malam perpisahan.
                “Kenapa kamu yakin, Danu meraih nilai tertinggi dalam ujian akhir ?Bukankah penutup acara adalah peraih nilai akhir terbaik.”Dina menanggapi pendapat Diana.
                “Karena selama tiga tahun ini dia yang terbaik.”Diana menjawab singkat.
                “Apa bukan karena kamu jatuh cinta padanya, Danu itu.”Dian berkata sangat jujur.
                “Apa kalian juga tidak mencintainya, Danu pintar, tinggi, putih, kaya, cakep lagi, apa yang tidak ada padanya.”Diana membela diri.
                Kali ini mereka terdiam, karena memang betul semuanya tentang Danu.
                Dalam acara open air, dilapangan basket sekolah, Diana sibuk merekam video acara tersebut, apalagi Danu walaupun sudah kelas 3 SMA, dia masih aktif dengan beberapa adik kelas dan seangkatannya, dalam musik klasik.
                “Kamu memang tidak mengumpulkan kertas-kertas seperti kita yang dapat dibendel dibukukan, ataupun dipigorakan dengan bingkai kayu dan kaca, tapi kamu menyimpan moment open air dalam micro sd mu.”Dian memberikan komentarnya, tapi Diana tetap sibuk mengambil moment terakhir acara itu, yaitu gitar klasik yang dimainkan, Danu.
                Setelah acara open air selesai, Diana baru berbicara,”Kita harus mencari pengganti kita, adik kelas perlu kita bimbing agar segala kegiatan kita ini lebih berkembang dan tidak terhenti.”
                “Apalagi, tahun ini juga akhir jabatan kita, kita akan naik kekelas 3 SMA, kita diharapkan oleh wali kelas dan orang tua kita untuk fokus ujian masuk perguruan tinggi negeri yang terbaik di Indonesia.”Dina ikut menambahkan komentar Diana.
                “Apa rencana kalian?”Dian ikut berbicara menunggu pendapat kedua sahabatnya dilanjutkan.
                “Kita perlu pengganti kita masing-masing, aku menunjuk satu orang penggantiku, kalianpun masing-masing menunjuk satu orang, kalau ketua OSIS, perlu pemilihan antar kelas dan juga guru-guru.”Diana melanjutkan pembicaraannya.
                “Maksudku, apa rencana kita untuk masuk keperguruan tinggi terbaik di Indonesia.”Dian melanjutkan juga pertanyaannya.
                “Aku ingin masuk fakultas kedokteran, ayahku seorang dokter, specialis bedah syaraf, aku ingin menjadi dokter bedah tulang.”Diana menyampaikan cita-cita didepan sahabatnya.
                “Aku ingin menjadi arsitektur, walau ayahku seorang pelaut, aku ingin menjadi arsitek, bagiku merencanakan bangunan seperti menanam tanaman, biji yang tumbuh, pertama kali adalah akarnya, setelah akarnya tumbuh kuat dan dapat mengambil sari makanan barulah tumbuh daun kemudian batangnya. Begitu juga bangunan gedung pencakar langit, kuat pondasinya. Aku juga ingin merencanakan bangunan kontemporer, selain ada perkantoran tapi bisa untuk rumah tinggal, juga sekaligus rumah yang cocok untuk liburan dan beristirahat.”Dina pun mengungkapkan cita-citanya.
                “Berarti cita-citaku paling sederhana, aku ingin menjadi seorang akunting.”Dian juga menyampai cita-citanya.
                “Apa cita-cita Danu?”Diana tiba-tiba memikirkan Danu.
                “Tentulah dia ingin menjadi dokter, bukankah ayah Danu seorang dokter, kamu ingat reuni akbar tahun lalu, ayah Danu alumni sekolah sini juga, kalau ayahnya dokter pasti ingin juga anaknya menjadi dokter. Bukankah seperti itu Diana.”Dian menjawab penasarannya Diana.
                “Bukankah ayahmu, Diana, alumni sekolahan sini juga, kitakan bersama Danu, tahun kemarin menjadi panitia reuni akbar, tentulah mengetahui data alumni sekolah sini.”Dina juga membetulkan pernyataan Dian.
                “Mau kemana kita sekarang?”Diana mengajak kedua sahabatnya berjalan-jalan di hari Minggu, sore hari yang indah, masa remaja yang indah.
                Mereka bertiga menuju sebuah toko buku, melihat-lihat buku merangkai bunga, dan seni lukis.
                “Kamukan mengikuti ekstrakurikuler merangkai bunga Dian?”Diana mengikuti Dian yang mengambil buku merangkai bunga kering dan bunga segar.
                “Iya, tapi aku juga bersama Dina ikut juga seni lukis, kamu, Diana, kenapa suka karawitan, apa ada alasan yang cukup idealis, melestarikan kebudayaan bangsa?”Dian menjawab pertanyaan Diana.
                “Tidak, dari semua pilihan ekstra kurikuler hanya karawitan yang menurutku tidak terlalu menghabiskan tenagaku.”Diana memberikan alasan.
                “Iya, aku juga malas ikut ektra kurikuler olah raga, band, photografi, dan sebagainya, selain menghabiskan waktu latihan, juga menghabiskan biaya.”Dina membetulkan pendapat Diana.
                “Kita beli souvenir yuuk, untuk kenangan kita bertiga?”Dian mengajak ke tempat pernik-pernik.
                “Kita beli pena tinta yang bisa ditulis inisialnya, akan kutulis inisia ‘D’?Diana menunjuk pena parker yang berlapis perak.
                “Oke, kita juga membeli gelas yang bisa dicetak foto kita bertiga, dan juga kita tulis inisial kita ‘D’?Dian juga memberi usul souvenir selain menerima usul Diana.
                “Oke, sahabatku, aku juga harus punya usul, tentang barang souvenir yang akan kita simpan sebagai kenangan, bagaimana dengan gelang perak berinisial ‘D’?Dina juga ingin usulnya diterima.
                Mereka bertiga membeli pena parker, Diana memilih warna merah berukIr ditutupnya inisial ‘D’. Dina memilih warna biru berukir inisial yang sama. Dian memilih warna hijau berukir inisial yang sama ‘D’.
                Gelas keramik pun juga sama, mencetak foto diatas gelas keramik dan dibawahnya bertuliskan inisial mereka bertiga ‘D’, Diana berwarna gelas merah, Dina berwarna gelas biru, dan Dian gelas berwarna hijau.
                Kecuali gelang perak, warnanya sama juga bentuknya, mempunyai gantungan berbentuk huruf ‘D’.
                “Ayo kita mampir kerumahku melihat video open air tadi?”Diana mengajak kedua sahabatnya menginap dirumahnya.
                Serentak mereka berdua, Dina dan Dian menjawab,”OKE.”
                Sampai dirumah Diana mereka bertiga meletakkan gelas mereka dan menaruh pena didalam gelas, kemudin tidur ditempat tidur sambil mengangkat tangan kiri mereka yang mengenakan gelang yang sama sambil berteriak,”3D.”.
                ........................................................................................................................................
                Hari itu mereka sibuk sekali di aula, tidak terasa waktu berjalan, perpisahan kelas 3 SMA sudah dihadapan, betul dugaan Diana, Danu tetap terbaik dan nilai tertinggi disekolah. Diana mengambil video moment terakhir Danu bermain gitar diiringi konser keci, anak-anakmusik klasik.
                Diakhir perpisahan, ayah Danu memanggil Diana, ternyata ayah Diana teman dekat ayah Danu semenjak SMA.
                “Apa yang ayah Danu bicarakan denganmu tadi.”Dian bertanya pada Diana.
                “Aku hanya berkenalan dengan ayah Danu, karena ayahku hadir juga disebelah ayah Danu.”Diana menjawab dengan tenang pertanyaan Dian.
                Beberapa bulan setelah perpisahan kelas 3 SMA.
                “Terasa sepi tidak ada kelas 3.”Diana menggumam sendiri dikamar tidurnya ditemani kedua sahabatnya sambil belajar.
                “Sepi karena tidak bertemu Danu?”Dian menjawab gumaman Diana.
                “Baguskan kita jadi fokus belajar tidak jadi penguntit rahasia Danu.”Dina juga memberi pendapatnya sambil mengerjakan soal-soal ujian masuk penguruan tinggi negri.
                “Dengar ga, kalau beberapa hari lagi, Danu yang diterima dikedokteran akan masuk dikelas 3 SMA, untuk memberikan semangat adik kelasnya, supaya giat belajar dan sukses masuk perguruan tinggi negri.”Diana berkata penuh semangat.
                “Dia, Danu itu, pasti masuk ke kelasmu, kelas BIOLOGI, ga mungkin masuk kelas IPS, kelasku.”Dian memberikan tanggapannya.
                “Iya, ga mungkin juga masuk kelas FISIKA, kelasku.”Dina juga memberikan tanggapannya.
                “Aku jadi semangat belajar, aku ingin cepat-cepat masuk fakultas kedokteran.”Diana berbicara dengan senyum bahagia, dan berimajinasi.
                “Bilang aja kamu ingin bertemu Danu.”Dian bergumam sendiri.
                Hari senin itu......
                “Banyak yang menahan rasa kagumnya saat Danu masuk kekelas BIOLOGI.”Diana memamerkan rasa senangnya.
                “Aku juga lihat saat Danu pulang, rambut dia sekarang ga cepak lagi, semakin kelihatan cueeek.”Dian menanggapi perasaan Diana.
                “Berarti hanya aku yang tidak melihat Danu, biarlah nanti kalau aku diterima di Institut ternama dan terbaik di Indonesia, alias ITB, aku bertekad bertemu Danu.”Dina berjanji pada kedua temannya.
                “OKE, itu pemicu untuk kita bertiga, berarti tiap minggu kamu mesti bolak-balik Jakarta-Bandung buat pertemuan rutin kita, kalau kita berdua diterima di Universitas Indonesia.”Diana mengobati kekecewaan Dina.
                Itulah janji mereka bertiga, bertemu setiap minggu walau sudah berjauhan, bagi mereka persahabatan adalah hal yang terindah.
........................................................................................................................................................
                “Dia terlalu sombong, seringnya aku bertemu dengannya tapi tidak sedikitpun dia tertarik padaku, padahal aku adalah adik kelasnya semasa SMA.”Diana mengungkapkan kekecewaannya.
                “Aku tahu yang kamu maksudkan...”Dian ingin menebak.
                Spontan Dian dan Dina berkata bersamaan,”DANU.”
                “Kalau kamu memilih fakultas kedokteran, berarti aku dan Dina bakalan lulus terlebih dahulu, bahkan wisuda aku dan Dina lebih dahulu daripada wisudanya si Danu.”
                “Bagaimana keadaan Universitas Indonesia ini.”Dina bertanya kepada kedua sahabatnya, Diana yang kuliah di jurusan kedokteran sedangkan Dian di jurusan akuntansi.
                “Layaknya anak-anak ITB, yang selalu bangga akan dirinya sendiri.”Diana menjawabnya.
                “HAHAHAHAHA.”Mereka bertiga tertawa bangga, sambil mengacungkan tangan kirinya,”3D.”
                Minggu itu dan setiap minggu pagi mereka bertemu di halaman Universitas Indonesia.
                “Disetiap tempat kamu selalu membawa buku-buku tebalmu itu.”Dina mengkritik Diana yang membawa ransel besar berisi buku-buku kedokterannya.
                “Dimana saja kamu selalu membawa gulungan tempat kertas desainmu.”Dian membalas perkataan Dina.
                “Ternyata, dimana tempatnya, anak sosial selalu paling santai.”Diana melengkapi komentar kedua sahabatnya.
                “Kita makan siang dimana nih, sebelum aku kembali ke Bandung sore ini.”Dina menanyakan tempat makan yang dekat dengan kampus.
                “Kita berdua makan diterminal saja, sambil menunggu dan mengantarkanmu kembali ke Bandung.”Diana memberi usul yang bijaksana.
                “Kalian berdua memang sahabat yang terbaik.”
                Beberapa tahun kemudian...............................................................
                “Kamu mengambil wisuda di semester ganjil, berarti kamu mengejar cumlaude, Dian?”Diana melihat hasil yudisium Dian, yang mengatakan lulus dengan hasil nilai istimewa.
                “Iya, kalian berdua aku undang, lebih utama dari kedua orang tuaku, jadi sabtu ini kalian wajib datang jam delapan pagi, menggunakan kebaya, OK.”
                Sabtu itu, Dian, Dina, dan Diana, mereka bertiga memakai kebaya menghadiri wisuda Dian. Dian menggunakan kebaya hijau tua, Diana menggunakan kebaya merah tua, dan Dina menggunakan kebaya biru tua, mereka kelihatan cantik, dan lues. Mereka bertiga memang cantik.
                “Semester depan aku wisuda berarti giliran kalian ke ITB.”Dina mengungkapkan kepada kedua temannya.
                “Berarti genap empat tahun kamu kuliah di ITB, berarti tinggal aku sendirian di Universitas Indonesia, apa kalian tetap mengunjungiku kekampus ini?”Diana memelas karena hanya tinggal dia yang masih kuliah, hingga dua tahun kedepan.
                “Kan masih ada Danu, Danu juga kan wisudanya tahun depan, jadi setahun ini kamu ditemaninya.”Dina menggoda Diana.
                “Kalian tidak setia kawan, kamu tahukan si Danu itu tidak ada perhatian sama sekali denganku, dan dengan Dian.”
                “Tenang sajalah, kita bukan saja setahun, dua tahun, bersahabat, kita akan selalu memberimu semangat, agar kita menjadi yang terbaik disetiap langkah.”Dian merangkul sahabatnya dan pergi menuju tempat duduk para wisudawan.
                Setelah acara wisuda selesai, mereka bertiga berfoto bersama sambil memamerkan tangan kiri mereka, menyilang didada, tergantung gelang perak berinisial ‘D’.
                Mereka melepas sepatu berhak tingginya, menggantinya dengan sepatu sport, walau masih mengenakan kebaya, mereka keliling kota Jakarta dan terakhir pergi ke kepulauan seribu dengan perahu kecil.
                .............................................................................................................................................
                Enam bulan kemudian di hari Sabtu, pagi....
                “Aku kira kalian tidak akan datang ke wisudaku.”Dina menemukan Diana dan Dian di gerbang ITB, sambil mengenakan kebaya biru.
                “Kita berdua mengenakan kebaya dari Jakarta dini hari tadi, naik bis cepat.”Dian segera melangkah menggandeng kedua sahabatnya memasuki ITB.
                “Tapi kalian bawa ganti sepatu sport kan, dan mukena, kita akan ke bumi perkemahan, keliling kebun teh, dan terakhir pemandian air hangat di tangkuban perahu.”Dina menerangkan rencana mereka setelah wisuda nanti.
                “Wah, aku dan Dian sudah merencanakan semuanya didalam ransel ini, lengkap dengan jaket dan makanan kecil, susu dan obat anti nyamuk, kemah kecil dan senter.”
                “Barang-barangku sudah kupaketkan ditempat kost Dian, setelah wisuda ini aku akan tinggal di Jakarta bersama Dian.”
                “Berarti kita bertiga akan setiap hari bertemu?”Diana senang mendengar mereka bertiga berkumpul kembali.
                Serentak Dian dan Dina menjawab.”IYA.”
                Sabtu malam hari diperkemahan....Didalam kemah kecil mereka bertiga tidur bersama dalam satu selimut.
                “Aku tidak bisa tidur, selain dingin banyak sekali suara-suara binatang kecil.”Diana memeluk Dian.
                “Tenang,saja kita bertiga sama-sama takut.”Dian berbicara sambil memeluk Dina.
                Dian tidur ditengah, dalam tenda kecil, didalam kantung selimut menjadi satu.
                “Aku pasang senter disetiap sudutnya, kamu kan takut gelap Diana.”Dina menenangkan Diana yang tak terbiasa gelap dan suara jangkrik.
                “Orang bilang, yang tidur ditengah akan ditakuti setan.”Dian ikut menjadi takut.
                “Aku sudah siram garam disekitar tenda untuk mengusir ular dan setan.”Dina menenangkan teman-temannya.
                “Kalau kamu masih takut, tidur terbalik aja, jadi yang tengah, kakinya dikepala kita berdua.”Diana memberi saran ke Dian, akhirnya Dian memutar letak kepalanya diantara kaki kedua sahabatnya.
                Malam berlalu dengan tenang tanpa gangguan yang berarti, hanya kabut pegunungan yang tebal, bintang dan bulan yang buram, serta suara belalang bersautan.
                Setelah sholat subuh dialam bebas, mereka bertiga makan roti dan susu, kemudian berjalan kaki sambil berlarian kecil menuju kebun teh, yang sedikit terselimuti kabut, dan tetesan embun sesekali jatuh kewajah mereka.
                Diana mengabadikan semua moment kebersamaannya, selama perjalanannya di Bandung, dengan kameranya.
                Terakhir siang itu, mereka mandi air hangat yang didapat dari kawah tangkuban perahu.
                Sore itu, mereka telah sampai di Jakarta kembali.
                “Aku akan pindah kost, agar kita bertiga bisa berkumpul dalam satu ruangan.”Diana mengungkapkan keinginannya.
                “Apa tidak mengganggu belajarmu?”Dian menjawab keinginan Diana.
                “Kalian berdua semangat dalam hidupku.”
                Beberapa hari dalam kamar Dian.
                “Banyak sekali bajumu Dian?”Dina mengatur barang-barangnya dalam kontainernya, dan mengatur buku-buku Diana dalam rak buku.
                “Barang-barangmu seperti alat pertukangan.”Dian mengomentari barang-barang Dina.
                “Ini untuk buat maket, miniatur rumah, kalau rumah dari kayu ya perlu kayu sungguhan, kalau rumah bambu ya perlu bambu, lalu di cat dan di politur kemudian dipernis.”Dina menerangkan.
                “Lego ini untuk apa.”Diana menunjuksatu kontainer besar lego.
                “ Lego itu untuk miniatur rumah tembok. Aku akan membuat beberapa desain rumah kayu panggung khas Indonesia, rumah gadang dari Sumatra Barat yang modern, Rumah panjang dari Kalimantan, Rumah Joglo dari Yogya. Juga rumah bambu khas dari Jawa Barat. Tapi aku juga mendesain rumah kaca modern, dan rumah dari batuan alam karena Indonesia kaya akan batuan bermotif seperti marmer, kecubung, nilam, dan granit. Kemudian desain gambar dan miniatur rumahnya aku foto, kemudian aku cetak menjadi buku. Itu obsesiku.”
                “Bagaimana pembagian tugas untukkita bertiga?”Diana menanyakan peraturan yang akan mereka jalani dalam satu kost.
                “Aku akan mengantarmu ke kampus jam 7 pagi Diana, setelah itu belanja, pukul 9 pagi aku antar Dian kerja di departement store, aku akan memasak dan membersihkan rumah, sambil meneruskan pekerjaanku mendesain, sorenya aku jemput kalian berdua bergantian, dari kampus dan tempat kerja Dian.”
                “Aku akan membayar listrik, air, dan belanja makan sehari-hari, karena aku yang sudah bekerja dari kalian berdua, tapi kontrakkan rumah, kita bagi bertiga. OK.”Dian menjelaskan tentang masalah keuangan mereka.
                Dina menyiapkan susu untuk mereka bertiga sebelum segala aktifitas pagi itu dimulai.
                “Berarti hanya aku yang hanya sibuk belajar.”Diana memahami pembagian tugas itu.
                “Supaya kamu cepat menyelesaikan kuliahmu dan mendapatkan nilai istimewa.”Dian menjawab.
                “Setelah buku desainku diterbit, aku dan Dian akan membuat perusahaan kontruksi sendiri.”
                “Okelah, aku jadi semangat kuliah dan iri pada kalian yang sudah mempunyai rencana masa depan.”
                Minggu pagi adalah acara rutin mereka, yaitu mencuci pakaian bersama-sama dalam satu bak besar, dan menjemurnya di atap rumah, kemudian mereka kekampus dan berlari-lari kecil didalam kampus, duduk dihalaman kampus, sambil minum susu dan makan roti lapis telur dadar keju.
                “Danu masih aktif jadi senat mahasiswa?”Dian bertanya pada Diana.
                “Masih sih, dia itu tidak bisa kalau tidak super power, dia yang no. Satu.”
                “Aku lihat dia aktif juga di photografi Indonesia?”Dina melihat-lihat papan pengumuman di fakultas tadi.
                “Iya.”
                “Kenapa kamu ga ikutan juga?”Dina memberikan usul.
                “Aku bukan manusia jenius seperti Danu, kedokteran ini sangat berat untukku, aku setiap hari harus rajin membaca buku tebal-tebal.”
                “Kami berdua akan membantumu, Dian yang akan mengambil berbagai foto alam dan desain miniaturku, kemudian kita ikutkan lomba atas namamu, Diana.”
                “Perwakilan yang menang pasti akan pergi berdua dengan Danu, sebagai salah satu peserta terbaik, iyakan?”Dian juga setuju dengan usul Dina.
                “Iya kalau aku dan Danu terpilih pertama dan kedua se-Jakarta, kalau tidak?Lagian masih difinalkan lagi seluruh Indonesia berpusat nantinya di Bali.”
                “Kita kan berusaha dahulu menjadi yang terbaik. Ok.”Dina membesarkan hati Diana yang sedikit pesimis.
                “Bukankah kita bertiga selalu menjadi yang terbaik di bidang kita masing-masing.”Dian sangat optimis dan bersemangat.
......................................................................................................................................................
                “Seharusnya Diana senang, karena menjadi juara photography kampus mewakili Jakarta, sayangnya Danu kok ga terpilih ya, kayak ga mungkin deh.”Dian melihat sertifikat juara Diana dan sebuah kartu undangan kontes photography international di Bali.
                “Kita bertiga harus hadir di Bali, dan membawa beberapa hasil photo andalan kita.”Kata Dian.
                “Aku rasanya malas ke Bali, pelajaranku padat dan kuliahku sistem paket, tidak satu persatu mengulang tapi keseluruhan paketnya bisa mengulang kalau satu mata kuliahnya jelek.”Diana membuat alasan.
                “Ayolah ini cara kita berlibur dengan gratis.”Dina menjawab perkataan Diana.
                Sepontan mereka bertiga,”Waow, memang benar, kita berlibur ke Bali dengan gratis.”
.......................................................................................................................................................
                “Kamu tidak melihat itu.”Dina menunjuk sepasang orang diseberang galerry pameran photography, dengan isyarat matanya.
                “Danu mewakili Bandung, sepasang dengan mahasiswa seni rupa, ITB.”Dian mengerti dari isyarat petunjuk Dina dengan pandangan matanya.
                “Makanya, aku tidak percaya kalau Danu tidak menjadi yang pertama, dia ingin selalu super power.”Diana menanggapi keterkejutannya kedua sahabatnya, dengan tenang, dan mendekati photo perwakilan dari Bandung, fakultas seni rupa.
                “Dona, ini namanya?”Dina membaca inisial dalam photo yang terpajang di dinding.
                “Kamu tahu, tak sedikitpun Danu perduli dengan kita bertiga, teman se SMA nya.”Diana tersenyum kecut.
                Pemandangan yang sangat unik ketika Danu peraih juara pertama diapit Dona dari Fakultas seni rupa, ITB, juara keduanya, dan Diana dari Fakultas kedokteran, UI, juara ketiganya. Semuanya seperti di setting seperti itu. Danu dan Diana selalu bersaing dalam akademik dan prestasi, semenjak SMA, selalu seperti itu, untuk mendapatkan perhatian, Danu, Diana selalu berusaha keras.
.......................................................................................................................................................
                Mereka bertiga hadir di wisuda, Diana. Tapi, akhirnya Diana memisahkan diri karena ayah Diana hadir dalam wisuda tersebut, duduk berempat dengan ayah Danu, dan Danu.
                “Kita bertemu lagi ditempat kost.”Itu yang dikatakan Diana ketika memisahkan diri dengan kedua sahabatnya, dan memilih duduk berempat dengan ayahnya, Ayah Danu, dan Danu.
                Malam setelah wisuda Diana selesai, mereka bertiga, Diana, Dian, dan Dina mengepak semua pakaian dan barang-barang mereka.
                “Kami akan mengantarmu di bandara, biar aku dan Dina naik kereta malam ke Surabaya.”
                “Iya, kami berdua sudah mempunyai usaha sendiri, biar usaha kita bisa pindah kembali ke Surabaya.”Dina menyambung perkataan Dian.
                “Terima kasih sahabatku, kalian telah menemaniku selama dua tahun terakhir ini, kita akan mengadakan pertemuan rutin setiap minggu setelah sampai di Surabaya.”Diana menanggapi perkataan kedua sahabatnya.
.........................................................................................................................................................
                Disebuah cafe didepan toko buku, mereka bertiga, Diana, Dian, dan Dina, bertemu setiap minggunya.
                “Kamu tahu apa yang dikatakan Danu ketika acara lamaran dan perjodohan terjadi dirumahku, beberapa hari yang lalu?”Diana curhat kepada ketiga sahabatnya.
                “Apa ?Sebutkan saja, walau itu menyakitkan harus kamu ungkapkan, agar beban berat perasaanmu menjadi ringan.”Dian menenangkan sahabatnya.
                “Danu akan berpoligami apabila perjodohan itu dilanjutkan.”
                “Apa tanggapanmu Diana?”Dina penasaran.
                “Aku menyetujuinya.”
                “Kamu gila Diana, itu menyakitkan dirimu sendiri.”Dian emosi mendengar perkataan Diana yang begitu tenang.
                “Syaratnya, aku yang menentukan siapa istri kedua dan istri ketiganya, dan aku meminta mas kawin yang sama sebuah rumah dan mobil, dan gelang emas berinisial ‘D’.”
                “Apa Danu setuju syaratmu itu?”Dian semakin penasaran.
                “Setuju, aku menunjuk kalian sebagai istri kedua dan ketiganya.”
                “Kami tidak sanggup melukai hatimu, Diana.”Dina menjawab tawaran Dian.
                “Aku hanya ingin berbagi bahagia bersama kalian, kalau kalian tidak mau aku mencari orang lain sebagai istri kedua dan istri ketiganya, apa kalian ingin kebahagiaanku menjadi kesedihan?”
                “Mengapa kamu berbuat begitu dan menanggapi gurauan Danu, yang ga lucu itu.”Dian merasa sedih.
                “Bukankah kalian berdua juga mencintai Danu ? Aku sanggup berbagi cinta dengan kalian, hanya dengan kalian, dan aku mengerti perasaan kalian berdua.”
                Akhirnya mereka bertiga setuju dengan tawaran gila Diana, yang sedikit aneh dan tidak masuk akal, tapi kalau itu sudah menjadi suatu perjanjian pernikahan, maka semua harus dilaksanakan. Janji suci yang juga bertanggung jawab dengan Allah.
                Beberapa hari kemudian, setelah perjanjian pranikah ditetapkan dan ditanda tangani, mereka bertiga, Diana, Dian, dan Dina, mencek alamat rumah yang akan mereka tempati, rumah bertipe 300 m2, mobil imut, rumah Diana berwarna merah muda sewarna dengan mobilnya, rumah Dian berwarna hijau muda sewarna dengan mobilnya, dan rumah Dina berwarna biru muda sewarna dengan mobilnya,....Tapi ada rumah berwarna ungu muda disebelah rumah Dina dan mobil imut berwarna senada,...Tapi mereka bertiga mencoba tidak merasakan curiga....
                “Kita jalan-jalan mencari gaun pengantin, dan gelang emas berinisial ‘D’, kemudian perawatan wajah dan tubuh paket sebagai perawatan pranikah.”Diana mengajak kedua sahabatnya berjalan-jalan.
                “Beberapa hari lagi kita akan melangsungkan akad nikah, jam delapan pagi Diana, jam dua siang Dian, dan aku.......... jam tujuh malam.”Dina menghapalkan acara pernikahan yang sudah diatur oleh EO.
                “Iya, apa kalian tidak gugup.”Dian mengalami trauma pranikah hingga tumbuh jerawat didahinya.
                “Tidak juga, kalau dilewati bersama dengan kalian, hhhh..”Diana tertawa senang.
.......................................................................................................................................................
                Seminggu sudah pernikahan mereka bertiga, tapi Danu malah meninggalkan mereka bertiga seusai acara akad nikah, dimana sebenarnya Danu...
                “Apa betul kita bertiga telah menikah dengan Danu?”Dian bertanya kepada kedua sahabatnya Diana dan Dina.
                “Iya, seperti mimpikan ? proses yang sangat cepat dan lancar, coba lhat tangan kiri kita ada gelang perak berinisial ‘D’, sedang tangan kanan kita ada gelang emas berinisial ‘D’ juga, cincin emas dengan inisial ‘D’ dan ditengah huruf ‘D’ ada berliannya, seperti mimpi, kita juga duduk dibelakang rumah kita bertiga, seperti mimpi.”Dina juga memberi pernyataan yang sama dengan Dian.
                “Kalian bahagia ? Aku juga merasakan bahagia seperti juga kalian, bermimpi indah.”Diana juga berkata seperti kedua sahabatnya, kata-kata perempuan yang sedang bahagia menikmati malam-malam pengantinnya.
                “Aku rasa kita belum melewati malam pertama, apa kamu yang pertama melepas kegadisnmu dengan Danu, nanti setelah Danu datang...?”Dian bertanyapada Diana.
                “Terserah Danu masuk pintu rumah yang mana dahulu, disitu yang akan malam pertama terlebih dahulu.”Diana menjawab dengan tenang.
                Keesokan paginya tepat setelah seminggu berlalu, Danu datang sambil membawa seorang perempuan yang serasa pernah mereka temui....ya....disuatu tempat....di Bali....
                “Dona....”Dona memperkenalkan diri.
                Terlihat ditangan kiri Dona bergantung gelang perak berinisial ‘D’, dan ditangan kanan Dona bergantung gelang emas berinisial ‘D’, beserta cincin kawin emas berinisial ‘D’ dan berlian ditengah huruf tersebut. Mata Diana penuh selidik, Danu mempunyai selera humor yang tidak lucu. Mereka berempat ditinggal bekerja oleh Danu, kemudian Dona mengundang Diana, Dian dan Dina masuk kedalam rumah ungu muda nya, didapur terdapat gelas ungu dengan potret Dona didalamnya, dan dimeja tamunya terpanjang pena perak berwarna ungu dengan inisial ‘D’ ditutupnya, mengapa Danu ingin menyamakan Dona dengan ketiga sahabat 3D itu, lelucon yang benar-banar tidak lucu.
                “Bagaimana pun juga kita berempat adalah istri-istri Danu yang dinikahinya secarah syah, dan kita berempat harus mampu menerima keadaan ini, dan berbagi kebahagiaan.”Itulah perkataan bijak Diana dipagi itu.


               
               
               
               
               
               

               



Selasa, 05 Februari 2013


INISIAL ‘D’
Dalam seri 6 : “DUNIA HITAM”

                Disebuah club malam....
                “Ayo keluar.”Dean menarik seseorang perempuan berada diruang ganti wanita, karena sedang berlangsung peragaan busana bikini.
                “Aku sedang bekerja, bicarakan semua dengan managerku.”Perempuan itu melepas pegangan tangan Dean.
                “Aku akan menuntutnya, karena dia membuatmu menandatangani kontrak di event yang sama tanpa ada pembatalan dan ganti rugi pada pertandatanganan dikontrak perjanjian yang lama.”
                “Apa perdulimu.”
                “Aku hanya perduli denganmu, karena kamu yang akan dituntut, bukan manager tengikmu itu.”
                Dan tidak tangan Dean menggendongnya keluar club malam itu dan menaikkannya kedalam mobil.
                “Pecat saja managermu itu, nanti kuurus kontrakmu dengan rumah produksi yang sama eventnya denganku peragaan busana, karena aku yang pertama, soal ganti rugi bisa diperundingkan.”
                “Apa enaknya kamu mengatur hidupku.”
                “Ada enaknya, kamu model dalam peragaan busanaku, ini adalah hidupmu. Aku akan mengantarkanmu pulang.”
                “Aku sudah tidak punya rumah lagi.”
                “Kemana kamu selama ini?”
                “Itulah yang tidak pernah kamu ketahui selain aku ini aset uangmu.”
                “Dengarkan, aku mengenalmu dari SMA kelas 1, tapi kamu datang dan pergi dariku sesuka-suka hatimu, kamu membuatku lelah, tapi lebih lelah lagi kalau seumpamanya aku memulainya dari 0 dengan orang lain. Belajarlah untuk patuh sedikit denganku dan setia. Itu saja.”
                Esok pagi...Beberapa lemari pakaian ditata di setiap sisi tangga di setiap lantainya, berhadapan dengan meja marmer yang berisi pot keramik mawar milik Rina, pohon emas milik Wulan, miniatur kapal pinisi milik Margareta, dan berhadapan dengan samurai yang digantung disisi-sisi tangga dari lantai 1 hingga lantai 4. Lemari kayu berada di bawah tangga dari lantai 1 hingga lantai 4, berisikan pakaian Mawar.
                “Banyak sekali pakaianmu hingga dikamar Dean tidak juga mampu menampung pakaianmu?”Rina memerhatikan Mawar mengatur pakaian didalam lemari naik turun di lantai 1 hingga lantai 4.
                “Apa pekerjaanmu, hingga pakaianmu modelnya dari yang bisa dipakai sehari-hari sampai pakaian yang hanya untuk dipajang.”Kartika ikut membantu Mawar mengeluarkan pakaian didalam kotak coklat untuk diatur rapi dilemari kayu berukir Jepara.
                “Aku peraga busana.”Mawar menjawab singkat.
                “Kamu peragawati, badanmu kurus seperti tinggal tulang dan kulit, apa peragawati takut gemuk?”Kartika bertanya lucu.
                “Aku harus mampu mengenakan pakaian apapun sampai yang paling ketat sekalipun, karena itu lebih ideal sekurus ini.”
                Sampai dilantai 4, dimana dilantai 4 penuh dengan taman bermain anak-anak Niken, kolam balon, kolam pasir putih, taman hamster, taman rumah semut, jungkat jungkit, pipa panjang berisi air yang turun naik, ayunan, dan banyak lagi permainan tantangan.
                “Wah dilantai 4 ada taman bermain milik Niken, ditaruh dimana lemari pakaianmu?”
                “Itu dibawah tangga, berhadapan dengan samurainya Sari.”
                “Kita main dulu ditaman bermain milik Niken. Ada prosotan air, ayunan, kolam bola, ada taman hamster.”
                “Kamu seperti anak-anak, Kartika, suka main air.”
                “Hayolah ini menyenangkan, siang nanti anak Niken baru pulang sekolah, kita bermain sebentar.”
                “Apa betul ini semut yang membuat rumah didalam kaca ini?”Mawar mengamati rumah semut yang besar didalam kaca seperti akuarium.
                “Iyalah, masak manusia seiseng itu menggali lorong-lorong kecil dalam tanah.”
                “Aku lebih tertarik mandi spa dikolam spamu Kartika.”
                “Oke, kita mandi spa sekarang.”
                Didapur bertambah satu lemari kaca berisi koleksi botol beer milik Mawar, dan pagi itu disarapan pagi, Mawar ikut dalam acara rutin ini.
                “Seharusnya kalau kamu colector botol beer, isinya yang beralkohol itu tidak ikut kamu koleksi kan?”Duka membuka pembicaraan pagi itu.
                “Maksud Duka, kamu harus membuang minuman memabukkan itu, botolnya boleh kamu koleksi.”Wulan menerjemahkan meksud perkataan suaminya.
                “Kamu juga harus menghormati makanan didepanmu.”Duka menegur Mawar dua kalinya.
                Dean langsung melepas jas nya dan menutupi badan Mawar yang hanya mengenakan bikini.
                Acara makan pagi berakhir, Mawar kembali ke kamar Dean, diikuti oleh Dean.
                “Aku harap kamu tidak tertekan tinggal disini, dan cepat menyesuaikandiri.”Dean berbicara berdua dengan mawar ditepi tempat tidur.
                “Tidak aku senang, mereka orang-orang yang baik dan jauh dari kehidupan yang hitam sepertiku.”
                “Aku ada show diluar negri, kalau didalam kota kamu akan selalu aku ajak, setelah show ku selesai ayahku akan melamarmu kerumah orang tuamu, bersabarlah, dan jadikan hidupmu lebih baik, dan bahagia.”Dean pamit ke Mawar untuk pergi mengejar pesawat keluar negri.
                Didapur Mawar membantu Niken membuang isi minuman beralkohol dan meletakkan botolnya kembali ke dalam lemari milik  Mawar, untuk koleksi.
                “Minuman beralkohol ini membuat hidupmu berantakan dan tidak karuan, ini adalah awal hidup barumu yang lebih tenang.”Niken memberi nasehat kepada Mawar, dan Mawar mengangguk senang.
                Malam hari, didepan kamar Dean dan Dear, dilantai yang dilapisi lapin terbuat dari rotan jari, yang biasanya dibuat Sari berlatih kendo sendirian, Mawar berdisko dengan musik cha-cha. Musik yang keras itu menarik perhatian Sari sepulang dari operasinya, sambil mengayunkan samurai dari bambunya tepat disamping leher Mawar, spontan Mawar menghentikan tariannya.
                “Kamu membuatku takut.”
                “Apa tarian cha-cha mengunakan bikini?”
                Akhirnya Mawar menutupi bikininya dengan rok rumbai,”Ini sekedar melepas jenuh.”
                “Aku juga ingin menari denganmu dengan diiringi musik cha-cha.”Sari meminta rok rumbai pada Mawar dan memakainya bertumpukkan dengan celana hijau seragam bedah.”Ini sama mengasyikannya seperti kendo,hhhhh.”
                Mereka berdua menari sampai lelah dan hingga larut malam.
                Beberapa bulan Dean meninggalkan Mawar.....
                “Mengapa aku menemukanmu disini lagi....hh?”Dean mencari Mawar dan menemukan Mawar di cafe, sedang mabuk.
                “Aku merindukanmu kamu meninggalkanku terlalu lama.”Mawar memeluk leher Dean yang membawanya pergi dari tempat itu.
                “Jangan menyiksaku seperti ini, aku meninggalkanmu untuk bekerja, kalau kamu bosan dan tertekan dirumah kamu bisa belanja ke mall-mall, tapi tidak mabuk seperti ini, kamu melukai hatiku.”
                “Aku kesepian, aku tidak tahan kesepian, bawa aku kemana saja kamu pergi, jangan tinggalkan aku sendirian lagi, aku tidak mampu sendiri.”Mawar merajuk Dean didalam mobil.
                “Aku akan berjanji itu, insya Allah, beberapa hari lagi orang tuaku mendatangi orang tuamu untuk menentukkan pernikahan kita.”
                Beberapa bulan kemudian....Disebuah cafe
                “Ini cafe untukmu, sebagai mas kawin untukmu, jangan mabuk lagi didalam cafe.”Dean membisikkan ditelinga Mawar.
                Cafe putih, berhias mawar putih, tanpa tempat duduk pengantin, berbaur dengan para tamu undangan, Mawar mengenakan baju putih, dipinggangnya dililit melingkar rangkaian bunga mawar segar berwarna putih, dengan rambut terangkat keatas menampilkan leher jenjangnya, rambutnya bak kebun bunga mawar putih terangkai diseluruh rambutnya.
                “Kita akan berbulan madu keliling Eropa kan Dean.”Mawar tertawa riang didalam mobil pengantinnya.
                “Ya besok pagi, sekarang kita menuju kamarku dulu, kamar pengantin kita.”
                Dikamar Dean....
                “Oh...lukisan yang indah diatas tempat tidur kita, lukisan super besar, aku seperti putri mawar putih.”
                “Itu hadiah dari Dosi.”
                “Aku mencintaimu Dean, dari awal, hingga kucoba menjadikanmu terakhir, dan terus abadi sampai bertemu di akhirat kelak.”
                “Aku mencintaimu Mawar seperti awal aku melihatmu seperti bunga mawar yang kemilau diterpa sinar mentari, saat SMA dahulu.”
                Beberapa minggu setelah pulang bulan madu dari Eropa........
                “Aku dari dulu mengharapkanmu jujur, jangan ada yang tersembunyikan, aku bisa menerimamu apa adanya.”
                “Aku ingin katakan ini tapi aku tidak mempunyai waktu yang tepat, aku takut merusak rencana pernikahan kita.”
                Dari balik kamar Dean, Dear sebagai saudara bersebelahan kamar, dan saudara terdekat Dean, menenangkan mereka berdua dari balik pintu yang sengaja tidak tertutup...
                “Kami semua sekeluarga bisa menerima itu semua, hanya kamu, Dean, yang malahan lebih bereaksi berlebihan. Kami bisa menerima anak dari Mawar, kami menganggapnya sebuah anggota keluarga baru yang akan membuka pintu-pintu rahmat, karena anak adalah anugrah.”
                “Maafkan aku.”Mawar jatuh dipelukan Dean.

               
               
               
               
               


                

Rabu, 16 Januari 2013



INISIAL ‘D’
dalam seri 1 : "GADIS PEMIMPI"
                Rumah kaca biru yang kelihatanya sepi, tapi didalamnya banyak terjadi pergerakkan, dan banyak terjadi berbagai arus kehidupan.
                Dirumah kaca berlantai 4, lantai 1, merupakan tempat praktek dokter mata dan dokter gigi, juga ada apotik, ada 8 kamar didalamnya sebagai rawat inap yang akan melakukan bedah mata ringan seperti katarak, dan bedah mulut.
Ada tangga di ruang tunggu dilantai 1 nya menuju lantai 2, sebuah butik pakaian resmi dan pesta, sepatu dengan rancangan pribadi, sepasang dengan tasnya yang berbahan dan berwarna senada. Dibelakang butik ada ruang produksi, seperti cetakan sepatu, cetakkan tas, dan mesin jahit, lemari-lemari kayu untuk menggantung bahan mentah berupa : kulit sapi, kulit kambing, kulit buaya, dan kulit ular, dan lemari-lemari kaca untuk memajang hasil produksinya.
Di samping butik baju, diantara ruang produksi, ada tangga menuju ruang berkaca dilantai 3, merupakan kantor ekpedisi, beberapa meja komputer berderet saling berhadapan 6 pasang komputer dan meja kerjanya saling berhadapan, ada banyak alat fax dan telepon dimeja, masing-masing meja ada 3 telepon dan mesin fax. Kantor ekpedisi, juga menyewakan 3 truk pengangkut barang, 3 truk tabung pembawa minyak, dan 3 truk pengangkut peti kemas, menyewakan kapal barang, walau tidak besar tapi cukup mengangkut 12 truk, dan 7 bus untuk travel Jawa-Bali.
Di samping kantor ekspedisi, tepat ditengah ruangan ada tangga menuju ruang berkaca dilantai 4, lantai terakhir, yang merupakan radio, dan studio rekaman, lengkap dengan alat musik, sound system rekaman, dan ruang berkaca untuk siaran radio.
Dihalaman belakang rumah mewah bertingkat 4, itu terparkir truk-truk, dan bus ber AC
Dilantai 1, paling luas karena dibelakang kamar-kamar inap dan ruangan bedah,  ada hall untuk pertemuan keluarga besar, dapur, taman berbukit-bukit dan kolam ikan, di belakang sekali barulah terdapat 2 kamar berukuran 6 x 6 m, kamar pertamanya merupakan kamar seorang dokter specialis mata, Duga, namanya. Kamar kedua, ditempati seorang dokter gigi spesialis bedah mulut, Duka, namanya. Mereka berdua anak dari istri pertama yang dinikahi oleh ayah mereka.
Dilantai 2, diatas kamar 1 dan kamar 2, adalah kamar ke 3, ditempati seorang desainer pakaian, Dean, namanya. Kamar 4, ditempati seorang desainer sepatu dan tas, Dear, namanya. Mereka berdua anak dari istri kedua yang dinikahi oleh ayah mereka.
Dilantai 3, diatas kamar 3 dan kamar 4, adalah kamar ke 5, ditempati seorang ahli navigasi dan teknik perkapalan, Dirga, namanya. Kamar 6, ditempati seorang  ahli akuntasi dan ahli IT, Dion, namanya. Mereka berdua anak dari istri ketiga yang telah dinikahi ayah mereka.
Dilantai 4, diatas kamar 5 dan kamar 6, adalah kamar ke 7, ditempati seorang pemusik dan penulis, Dore, namanya. Kamar 8, ditempati oleh seorang publik relation dan seorang marketing executive, Domi, namanya. Mereka berdua anak dari istri keempat yang dinikahi ayah mereka.
Walau banyak ruangan dalam rumah berkaca tersebut, penuh orang-orang bekerja, baik pasien inap, aktifitas siaran radio, orang-orang yang bekerja menerima telpon dan fax dikantor expedisi, tapi rumah tersebut mendadak sepi senyap setelah adzan Isya’ berkumandang, semua para pekerja pulang, tinggal praktek dokter yang lampunya masih menyala dan apotiknya, di ruang penyiaran pun hanya terdengar rekaman siarannya saja tidak ada orangnya.
Semuanya berjalan seperti biasanya, lurus-lurus saja, hidup mereka tanpa ada masalah besar yang berarti. Hidup mereka tanpa sebuah gejolak.
Usai menyelesaikan tugas pasien-pasiennya, Duga tidak langsung tidur, walau pun itu sudah mencapai pukul 12 malam. Duga berlari-lari kecil mengelilingi halaman rumahnya, halaman depan merupakan tempat parkir motor dan mobil para pasien dan pekerja yang bekerja dikantor atas, halaman samping kanan, dan samping kiri merupakan parkir mobil pribadi pemilik rumah, dihalaman belakang merupakan tempat parkir truk-truk dan bus. Tamannya dan kolamnya berada tertutup didalam rumah dilantai 1. Walau demikian rumah kaca ini tidak berpagar tinggi dan tidak dijaga satpam, diujung tepi kanan halaman depan, disisi pagar adalah rumah kecil untuk para supir pribadi, bukan pos satpam.
Telpon berdering tengah malam itu juga, Domi menelpon minta dijemput dirumah pribadinya, dia sakit parah, tergeletak dirumah tipe 36, dalam kamar sempit tak ada barang apapun hanya kasur yang berada diujung kamar, dengan bantuan sopir, Duga memasukkan Domi di belakang tempat duduk mobil.
“Beginilah kalau kamu menikah dengan seorang janda anak tiga, seluruh isi rumah dan uangmu terperas habis, sakit pun dibiarkan tak terurus.”
“Aku bertanggung jawab atas pernikahan ini dan sudah kudapatkan ijin dari ayah.”
“Dimana anak-anak tirimu dan istrimu sekarang?”
“Pulang ke desa, ibunya sakit.”
“Mengapa rumahmu jadi kosong ?”
Domi terdiam saja rupanya tertidur dibelakang mobil.
Susah payah Duga menuntun Domi kekamarnya dilantai 4. Ada seorang anak perempuan mengikutinya di belakang, sampai kembali kelantai 1.
“Hai mandi didalam sana dan ganti pakaianmu seadanya didalam lemari.” Duga menyadari keberadaan perempuan itu dan menyuruhnya mandi didalam kamarnya. “Aku lelah tengah malam ini kita lamjutkan bicara besok pagi saja.”
Pagi, seberti biasanya mereka berkumpul di ruang makan....
“Kamu tidur di ruang bedah ?” Duka membuka pembicaraan.
“Siapa yang keluar dari kamarmu ?” Dirga menyambung pembicaraan Duka.
“Dimana Domi ?” Dosi menyambung pembicaraan Dirga.
“Namaku, Rina, kemarin malam ikut bersama saudara kalian menuju kemari. Tidak adakah diantara kalian yang perempuan ? Kelihatannya hanya aku sendirian yang perempuan.”
“Apa hubunganmu dengan Domi ?” Dion jadi ikutan bertanya.
“Aku biasa singgah dirumahnya, untuk makan bersama anak-anaknya dan istrinya, tapi semenjak beberapa hari ini rumah itu kelihatan tak berpenghuni, hingga tiba-tiba datang mobil mewah membawa seorang pria dari dalam rumah dan aku ikutan menyelinap didalam mobil.”
“Apa hubunganmu dengan Duga ?”Dean juga bertanya iseng.
“Laki-laki tampan beralis tebal itu, aku disuruhnya mandi dan memakai baju tidurnya, kemudian aku tidur dikamarnya ?” Rina melirik kearah Duga.
Dan Duga tanpa banyak bicara menuju ruang kerjanya.
“Dia agak pendiam dan sensitif diantara kami berdelapan.” Dear ikut berbicara sebagai tanda ingin berkenalan.”Nanti malam saja setelah waktu istirahat, dia lebih senang berbicara berdua saja, sedikit introvet.”
Dan mereka pun bubar menuju pekerjaan masing-masing, kecuali Duka menjenguk adiknya Domi didalam kamarnya, Domi sedang terbaring sakit.
“Kamu sudah makan ?” Duka bertanya pada Domi yang terbaring di tempat tidur.
“Sudah, Duga yang menyuapiku setelah sholat subuh tadi. “
“Segera jemput anak dan istrimu setelah sembuh. Dan ajak mereka tinggal didalam rumah ini, jangan biarkan mereka tinggal di rumah yang ukurannya lebih kecil dari kamarmu ini.”
“iya.”
Duka segera turun dan menuju kamar Duga, dimana Rina berada didalamnya.
“Dimana kamu tinggal ?”
“Aku tinggal dirumah singgah, tapi kadang istri saudaramu itu memberiku makan dan bermain dengan anak-anaknya.”
“Dimana orang tuamu ?”
“Entahlah mereka tidak pernah dan tidak akan mencariku.”
“Belilah pakaian yang pantas, aku lihat pakaian yang kamu kenakan kemarin malam seperti pakaian anak jalanan, dan disini kamu harus belajar, walau tidak sekolah, kamu setidaknya kursus bahasa inggris dan bahasa asing lainnya, dan juga kursus komputer. Jaman sekarang informasi cepat tersampaikan dengan bahasa dan teknologi. Kamu harus dan wajib belajar.”
“Iya.”
Duka menuju tempat prakteknya setelah mencek seisi rumah dan adiknya, menengok sebentar ke ruang praktek kakaknya, Duga, kemudian memasuki ruangannya sendiri.
Saat istirahat siang, Duka berbisik pada seorang sopir pribadinya, kemudian membawa Rina keluar rumah, untuk menuju mall, membeli pakai yang pantas untuk kuliah, dan mendaftarkan di tempat kursus bahasa dan komputer.
Setiap pagi acara rutin selalu terjadi di ruangan makan keluarga.
“Kamu sudah mulai kursus ?”
Rina mengetahui kalau pertanyaan Duka ditujukan padanya,”Iya.”
“Kamu tidak merasakan dipaksakan, memang apa cita-citamu.”Dosi ikut memberikan pendapat, Dosi berwajah kecil oval, hidung mancung kecil, tapi berpawakan paling tinggi atletis, 187 cm, cocok dengan profesinya yang selalu berkecimpung dengan para penyanyi, pemusik, dan pemain film, dia seorang penulis novel dan pencipta lagu. Seperti dalam cerita tokoh-tokoh fiktif dia pantas menjadi peran utama.
“Tidak, aku ingin sepertimu, terkenal di Televisi.”
“Kamu sok tahu, darimana kamu tahu Dosi hanya bergerak dibelakang layar.”Dirga mericek perkataan Rina, Dirga berwatak paling tegas dengan wajah kurus segiempat, berkaca mata tebal berbingkai coklat, tinggi sekitar 178 cm, kulitnya pucat, seorang ahli navigasi kapal sehingga mampu mengendarai kapal dan sekaligus merancang body kapal.
“Wajahnya seperti seorang playboy.”Rina melirik Dosi.
“Kalau aku seperti apa ?” Dean menjadi penasaran. Dean berwajah segitiga dengan garis wajah yang laki-laki  feminin, seorang perancang gaun pesta wanita dan pakaian resmi. Wajahnya sederhana, kurus tingginya rata-rata orang Indonesia 175 cm.
“Kamu sering berkecimpung dengan wanita-wanita cantik tapi takut dengan wanita-wanita cantik itu.” Rina berubah melirik Dean.
“Rupa-rupanya kamu sudah berkeliling-keliling seluruh ruangan di rumah ini.” Duga yang pendian jadi terpancing berbicara. Duga mempunyai paras yang tenang, beralis sangat tebal hingga menyatu diatas hidungnya, kulitnya licin seperti patung lilin, termasuk tinggi, tingginya 180 cm.
“Iya, sepertimu yang pendiam tapi penuh curiga. Mengelilingi halaman rumah setiap malam, seperti satpam.” Rina melirik agak nakal dan bermain mata kearah Duga.
“Kalau dia seperti apa ?” Dosi menunjuk Dion, Dion jadi tersenyum lebar sambil main mata ke Rina. Dion berkaca mata, berpenampilan tegas dan tenang, tapi cerdas dan lihai, tingginya 185, bibirnya tegas tipis simetris.
“Istri pertamanya adalah komputer, sedang wanitanya hanya menjadi nomor kesekian.”
“Kamu pandai menilai seseorang, bagaimana kalau kamu menjadi tokoh utama dalam novelku selanjutnya.” Dosi melanjutkan pembicaraannya.
“Kamu lupa menilaiku ?” Dear ikutan berbicara karena dia duduk paling ujung dan wajahnya kuyup lelah, paling gelap dari saudara-saudaranya, kulitnya sawo matang dan berkumis tipis, hitam manis itu tepatnya, tingginya sama dengan saudara seibunya, Dean, 175 cm.
“Kamu sangat pemalu sibuk dengan desain-desain sepatu dan tasmu, sibuk membuatnya, jarang ingin tampil di depan layar.”
“Dia seorang perancang dan penjahit handal, dia yang mengajariku menjahit dan merancang pakaian.” Kata Dean sedikit membela saudaranya yang memang sangat pemalu.
Akhirnya pembicaraan ditutup karena Duga beranjak dari tempat duduknya, diikuti anggota lainnya.
“Jangan lupa kamu harus kursus setiap hari.”Duka sekedar mengingatkan Rina. Dan Rina mengangguk.
Domi pergi dari rumah disaat orang-orang sibuk bekerja, mungkin menjemput anak-anak tirinya dan istrinya.
Seperti biasa rutinitas pagi, dimeja makan, makan bersama sekeluarga.
“Ada anggota baru.” Duka sering mengawali pembicaraan sebagai tokoh pembuka rapat.
“Istri dan ketiga anakku.” Domi memperkenalkan istri dan ketiga anak tirinya,”Niken, anak pertamanya laki-laki bernama, Lukas 10 tahun, anak keduanya perempuan, Bunga 8 tahun, dan ketiga anaknya laki-laki bernama Robby 5 tahun.”
“Aku mengenal Ibu Niken dan sering bermain dengan anak-anaknya.” Rina ikut berbicara.
“Iya, Rina tinggal di rumah singgah tapi sering berada dirumah kalau anak-anak pulang sekolah.” Niken membenarkan pernyataan Rina.
“Kamu masih bermain dengan anak-anak.” Dosi menggoda Rina sambil senyum tipis.
“Usia Rina tidak terpaut jauh dengan anakku Lukas, 11 tahun.” Niken menjawab pertanyaan Dosi.
“Dengan postur tubuhmu yang jangkung itu kamu tidak kelihatan anak-anak lagi.”Dirga menjawab sinis tanpa menoleh samping depan, dan melirikpun tidak. Tapi semua tahu pembicaraan itu ditujukan untuk Rina.
“Aku memang ingin jadi model untuk desain-desain yang dibuat Dean dan Dear, dengan postur tubuhku yang tinggi ini.” Rina memancing suasana.
“Boleh juga.” Dean menjawab tanda setuju.
“Tapi kamu harus lulus kursus bahasa asing dan kursus komputer, baru boleh melirik kerja lainnya.” Duka langsung menyela pembicaraan Rina.
“Oke, aku juga ingin jadi penerjemah dan penulis bahasa asing apabila Dion menerima fax dari luar negeri, bila ada kiriman atau menerima kiriman dari luar negeri.”
“Disini kamu bisa banyak keinginan.” Dion menjawab perkataan Rina.
“Tidak, aku hanya ingin berbalas budi dan membantu pekerjaan kalian sebisa dan sesuai keahlianku.”
“Itu bagus.” Duka sangat senang Rani mengerti apa tujuannya menyuruhnya belajar, agar mempunyai arti untuk sekitarnya.
Dan semua sibuk kembali ke ruang kerjanya, Rina mendatangi ruang siaran dilantai 4, sebelum pergi kursus.
“Kamu kerja sendiri dengan dua sistenmu, tidak dibantu Domi.” Rina menegur Dosi.
“Iya, mereka penyiar radio disini. Domi dan Dirga adalah orang lapangan, tidak ada didalam rumah, mereka ada dirumah hanya disaat makan pagi. Domi seorang publik relation dan marketing executive, dia yang memperkenalkan semua bisnis dalam keluarga ini didalam masyarakat luas. Dirga seorang navigasi kapal, yang memeriksa kapal siap atau tidak untuk berlayar, cukup atau berlebih muatan kapalnya, dan cuaca yang memungkinkan untuk melaut.”
“Katanya kamu ingin membuatku menjadi peran utama dalam novelmu berikutnya.”
“Kamu menagih janji.”
“Aku hanya ingin tahu apakah kamu serius atau main-main.”
“Seorang penulis tidak pernah memilih obyek yang hendak dia tulis, sisi mana yang ingin dia pandang sebagai latar belakangnya, kehidupan ini bisa dirangkumnya dalam sebuah cerita, dalam sebuah buku cerita.”
Rina hanya tersenyum dan pamit untuk pergi kursus.
Pagi seperti biasanya, rutinitas, makan bersama dimeja makan.
Tidak banyak yang dibicarakan, karena sudah tidak ada hal yang baru dalam keluarga ini, selain Rina, dan istri, ketiga anak Domi.
Rina mengejar Dirga saat keluar di tempat parkir keluarga.
“Aku mau ikut denganmu melihat kapal.”
Tidak memakan waktu lama sampai di dermaga dan berada diatas kapal Dewa, itu nama kapalnya.
“Kalau kamu berada diatas kapal seperti seorang penakluk.”
“Pembicaraanmu sudah seperti Dosi, seperti cerita fiksi di novel, dan sinetron di televisi.”
“Bisa kamu mengajakku berlayar.”
“Musim kemarau ini banyak muatan.”
“Kalau musim penghujan saja, sepi muatan.”
“Kalau musim penghujan malah dilarang melaut, badai tropis ada ditengah lautan.”
“Kamu sengaja mengindariku untuk bepergian dengan kapal Dewa mu ini.”
“Hahahahahaha.....Duga nanti cemburu denganku, dia pendiam dan terpendam.”
“Kenapa ? kamu takut dengannya ?”
“Hanya rasa hormatku kepada kakak tertua. Ayo kuantar kamu kursus, Duka bisa marah denganku mengajakmu berpanas-panas diatas kapal. Kapten....aku pergi dulu sebentar.” Dirga memanggil kapten kapalnya dan sekaligus ijin mengantarkan Rina.
Malam itu, Rina sengaja menguntit Duga yang seperti kebiasaannya berlari-lari kecil mengelilingi halaman sekitar rumah.
“Kamu tidak tidur ?”
“Aku ingin menemanimu berlari-lari malam.”
“Aku tidak membutuhkan teman, kamu tidak ada pr kursus, dan segera tidur nanti kamu mengantuk. Kalau kamu lagi bosan didalam rumah, mintalah sopir mengantarkanmu berjalan-jalan dan belanja di mall.”
Rina lari mendahului Duga, kemudian lari mundur dihadapan Duga.
“Kamu paling tampan di rumah ini, tapi pendiam dan misterius.”
Rina pun lari masuk rumah meninggalkan Duga berlari kecil diluar.
Pagi yang biasanya, seperti absen di pagi hari, yang tidak sarapan pagi pasti tidak pulang semalaman. Tapi selalu lengkap.
Dan pagi ini Rina menghampiri Dion yang kebetulan dilihatnya ditempat parkir truk-truk.
“Sedang mengecek muatan dan mengabsen para sopir ?”
“Iya dan tidak.”
“Iya nya apa ? tidaknya kenapa ?”
“Iya nya, pernyataanmu betul, tidak nya, aku juga harus mrengecek truk layak jalan atau tidak, mengecek surat-surat jalannya, mengecek apakah sama barang dilapangan dengan yang tertulis dikertas.”
“Boleh aku tanya ? Apa truk-truk dan bus-bus itu punya nama yang ber inisial ‘D’ ?”
“Iya, yang truk peti kemas bernama : Dik, Dig, Dit. Yang truk tabung bernama : Dok, Dog, Dot. Yang truk pengangkut barang : Duk, Dug, Dut. Yang bus bernama : Dan, Dag, Dak, Dat, Dab, Das, Dam. Dan inisial itu tersembunyi dibody kendaraan itu, sehingga kalau dicuri mudah pencariannya, dengan menggunakan GPRS dapat dilihat kendaraannya berada dimana saja, kemudian  pengecekan secara langsung dengan menggunakan laser yang kubuat sendiri.”
“Kamu orang IT, canggih, negara mana saja yang sering kirim dan terima barang.”
“Korea, Cina, dan Jepang.”
“Berarti aku bisa membantumu suatu saat, karena aku kursus semua bahasa itu, kamu juga mengerti bahasa asing itu ?”
“Tentu.”
“Lalu aku mengerjakan apa nantinya, supaya aku bisa menolongmu.”
“Selesaikan dulu pelajaranmu, aku beritahukan nanti setelah kamu menyelesaikan semua kursus itu. Sopir sudah menunggumu, pergilah kursus.”
“OK. Besok pagi aku ingin mampir ke ruang kerjamu dilantai 3!!” Rina berlalu meninggalkan Dion untuk pergi kursus. Dion hanya menggangguk sambil melambaikan tangannya mengantarkan kepergian Rina keluar pagar.
Seperti pagi yang kemarin, kami berkumpul sekeluarga makan pagi, walau saling menyapa secara sepintas lalu asalkan selalu kelihatan berkumpul sebelum melakukan kegiatan masing-masing. Seperti janji Rina, Rina mendatangi kantor Dion dilantai 3.
“Program apa yang dipakai ini ?”
“Mungkin kamu baru diajarkan Excel, ini program Data Base Linux.”
“Kamu juga mengerti ini ?”
“Iya, inilah akuntansi modern, keluar masuk barang tersimpan rapi di data base, segala macam data masuk secara online dimana saja seluruh dunia.” Dion membuka segala data keuangan, transaksi keuangan via internet, pengolahan data via internet, terakses online.”Jadi, belajarlah sampai tuntas, supaya terbuka jendela informasi dunia didepan mata.”
Rina mengangguk dan bergegas pergi kursus.
Rina terpekur sendiri didalam kamar Duga, membuka lemari-lemari pakaiannya, hampir seluruhnya berwarna putih dan abu-abu, dia seorang yang kaku. Dia juga membuka laci-lacinya, jam tangannya hanya 3 biji dan semuanya berkulit hitam. Tidak ada parfum, tidak ada minyak rambut, mungkin rambut Duga yang tegak berdiri kesegala arah, minyak rambut pun tidak mampu membuatnya berbelah ataupun tertidur, mungkin ditiup anginpun rambut Duga tidak mempan berubah. Rambut yang kaku seperti yang punya. Tidak sedikitpun pura-pura membuka kamarnya, padahal ini adalah kamar Duga, misterius, dimana sebenarnya Duga tidur, padahal tiap orang memasuki kamarnya masing-masing.
Pagi hari sebelum sarapan pagi, Rina melihat Duga keluar dari ruangan inap pasien.
Disenggolnya Duga, Rina pura-pura menghampiri dikursi makan Duga, “Kamu tidak mandi dikamarmu ?”
Dengan berbisik disamping Rina, Duga menjawab,”Dirumah ini banyak kamar mandi, duduklah dikursimu sendiri.”
Tidak ada yang menyolok di tempat makan ini, kadang Niken menyuapi anak-anaknya sebelum pergi sekolah ditepi kolam ikan dan taman.
Kali ini sebelum pergi kursus, Rina mendatangi kantor Dean dan Dear, dilantai 2.
“Satu yang langsung bisa aku lakukan dan cepat menghasilkan sesuatu, karena yang lainnya harus menungguku menyelesaikan kursus-kursusku.”
“Apa itu.” Dean langsung menjawab pernyataan Rina, karena Dear sedang bekerja dimesin jahit, Dean baru mendesain dikertas gambar.
“Menjadi model dari barang produksi kalian.”
“Model apa yang kamu inginkan sebagai konsultanku.”
“Sepatu bot setinggi betis dari kulit buaya berwarna merah, dengan tas rumbai lebar bahan dan warna sama dengan sepatunya, merah merona.”
“OK. Model bajunya.”
“Sutra pink dilapis sifon ringan pink panjang dibawah lutut, dengan lengan setali sebatas siku tangan.” Kapan bisa diambil fotonya ?”
“Sesuai keinginan, minggu depan.” Dean segera mewujudkan keinginan Rina dalam bentuk rancangan diatas kertas gambarnya. Rina mengangguk-angguk setuju. Dear yang sibuk menjahit hanya tersenyum.
“Kamu gadis yang cerdas.” Hanya itu yang dikatakan Dear ketika Rina mau keluar ruangan, sepintas Rina menjawab.
“Terima kasih. Tapi apa kamu tidak pernah keluar dari ruangan ?”
“Kami menerima pesanan yang dibuat Domi, dan mengadakan fashion show nasional dan internasional, sesuai yang dijadwalkan Domi, Domi mengatur model-modelnya untuk pergi ke fashion show tersebut, dan Dean sebagai perancang tunggal.”
“Dear ?”
“Aku mengawasi pesokan bahan dan produksi.”
“Bye, sampai ketemu pagi lagi.” Rina berlalu.
Pagi itu, Domi tidak Ada, dia mungkin mempersiapkan fashion show, diluar kota.
Minggu ini, janji Dean membuatkan baju pink, sepatu boot merah, tas merah, sudah jadi.
“Aku membuatkanmu juga dari bahan kulit ular bersisik halus dengan warna aslinya coklat bercampur cream, sepatu berhak tinggi tidak meruncing depannya, berbentuk oval, karena jari-jari kakimu pendek, tidak panjang dan ukuran kakimu 37, tas tangan yang elegan pas untuk digenggam berbahan kulit ular kecoklatan, bajumu ukuran M. Baju panjang berwarna kuning cerah, berkrah jas dari kulit ular kecoklatan, bahan kain katun semi sutra, halus ringan, tapi sedikit tebal.”
“OK. Aku siap berpose didepan kamera.”
Ternyata Dean juga pandai merias wajah perempuan, dengan cepat foto digital dapat dilihat dikomputer, tidak ada yang perlu diedit, karena pencahayaannya tersistem dan keahlian Dean menggambil sisi pemotretan dan sisi pencahayaannya sangat jeli dan terlatih.
Foto Rina tercetak di internet, dan di etalase butik. Rina sangat senang melihatnya.
“Aku harus membayarmu.” Dean memberi komentar dari hasil yang telah dilihatnya,”Karena aku seorang yang profesional, jadi aku juga harus melakukanmu secara profesional juga.”
“Tidak, ini pengalaman berharga untukku, aku seharusnya berterima kasih padamu, bukankah Domi merencanakan untukmu fashion show minggu depan, diluar kota.”
“Iya, untuk beberapa minggu aku dan Domi mungkin tidak ikut acara rutin, makan pagi bersama.”
“Apa aku boleh ikut ?”
“Kamu harus fokus kursus dahulu, Duga akan marah padaku kalau membawamu jauh dari rumah.”
“Kamu takut dengannya.”
“Tidak juga, dia pencemburu dan aku menghormatinya.”
Rina hanya mencibirkan bibir, kemudian pergi kursus.
Pagi itu Dean dan Domi tidak hadir dalam acara sarapan pagi, walau keadaan tidak pernah ramai, tetap saja ada yang hilang dan terasa sepi.
Pagi ini, Rina mengunjungi kembali Dosi.
“Kapan buku terbarumu terbit ?”
“Setelah Domi membuat acara fashion show untuk Dean, Domi membuat acara bedah buku untukku, di toko-toko buku terbesar dikota ini dan seluruh ibu kota propinsi se-Indonesia, kecuali Irian Jaya dan Kepulauan Maluku, karena kami tidak mempunyai percetakan disana, sambil diadakan dialog terbuka via internet dan via radio.”
“Kalau aku seumpamanya anak dari istri pertama ayahmu, nama apa yang pantas untukku.....Du....”
“Du.....kun. Du....ku”
“Hahahaha....kamu pandai bercanda. Aku bisa menerka nama ayah kalian...pasti namanya berhuruf depan ‘D’.”
“Jangan jadi saudara Duga, jadikan saja Duga kekasihmu. Danu...nama ayah kami”
“Duga tidak menyukai perempuan kekanakan sepertiku. Kamu ingin mempunyai istrinlebih dari satu seperti Danu, Ayahmu ?”
“Kamu salah, aku seorang penulis novel yang harus memberi karakter disetiap tokoh-tokoh dalam novelku, dibalik keras sikap dan wajahnya, suara Duga yang pelan dan pendiam, Duga seorang yang sangat sensitif, begitulah cara dia menutupi kelemahan hatinya, kaku dan sinis. Dibanding dengan Dirga yang supel dengan siapa saja, tenang pembawaannya, Dirga sebenarnya hidupnya dan kehidupannya dilingkungan yang keras, karena itu dia berwatak keras. Domi, seorang yang bertiup seperti angin, kemana saja, tapi disitu juga tempat dia kembali, setia, tapi susah dikejar. Kami semua ingin istri hanya satu, perempuan ideal hanya satu, paling berarti satu, setia berarti satu. Apa dan Siapa yang ingin kamu tanyakan ?”
Rina menggeleng sambil berkata,“Duka, saudara seibu Duga.”
“Pria yang sangat baik hati, penyayang, penolong, tapi sering menyembunyikan kesedihan dan airmatanya jauh-jauh.”
“Kamu ?”
“Aku bersaudara seibu dengan Domi, hidupku kadang dalam sandiwara, kadang sandiwara ada diluar hidupku, tidak jauh beda dengan Domi, tak seindah kata yang kubuat lagu, tak seindah syair yang kubuat buku, tak semenarik novel bila dfilmkan, seperti pucuk-pucuk pohon yang tak terukur, terus tumbuh keatas, itulah seni.”
“Aku bisa jadi penyiar di radiomu, sepertinya kalau sudah lewat jam sembilan malam tidak ada lagi penyiarnya hanya rekamannya saja.”
“Boleh juga, penyiar harus selalu gembira cara membawakan acaranya, walaupun hatimu lagi marah atau bersedih, karena tujuanmu menghibur orang lain, bukan untuk curhat via udara, mengertikah ? mampukah ?”
“OK. Bukankah pembawaanku adalah ceria. Mulai kapan ? Malam ini ?”
“Silakan, aku harus menggajimu.”
“Tidak, ini tanda balas budiku, selama menikmati fasilitas disini secara gratis, aku sangat berterima kasih.”
“Aku harus profesional.”Sebelum Rina beranjak dari tempat duduknya Dosi membisikkan kata,”Dekati Duga, sepertinya diam-diam dia mulai tertarik denganmu.”
Rina pergi kursus dan nanti malam dia mulai siaran di radio setiap malam dari jam sembilan malam sampai jam dua belas tengah malam.
Tepat tengah malam Rina siaran radio, jendela kacanya diketuk Duga sambil berisyaratkan untuk keluar, Rina mengisi radio dengan lagu, dan keluar menemui Duga.
“Siapa yang menyuruhmu kerja sampai larut malam, kamu tidak punya pr ?”
“Ini kemauanku sendiri.”
“Tahukah kamu, usiamu masih dibawah umur, masih anak-anak,  fotomu terpajang di etalase butik dan internet.”
“Ini semua keinginanku.”
“Aku mendengarkan radio ini sampai malam, aku sangat terkejut mendengar suaramu. Aku ingin kamu fokus belajar tanpa memikirkan bekerja, mumpung masih muda nikmati dengan belajar, ada waktunya, ada saatnya, jika ilmumu maksimal amalkan sebaik-baiknya, jangan jadi seseorang yang setengah setengah. Aku ingin lihat nanti nilai kursusmu, kalau memang istimewa dan memuaskan teruskan aktifitas bekerjamu, tapi kalau nilaimu cukup, lebih baik berhenti bekerja. OK, mengerti. Istirahatlah, sekarang sudah jam dua belas malam.”
Rina bersama Duga turun kelantai 1, Rina masuk ke kamar Duga, sedang Duga entah tidur dikamar yang mana. Tapi sebelum Duga berlalu didepan kamarnya sendiri, Rina berkata,”Jangan marah pada mereka, aku yang bersalah.” Duga hanya mengangguk.
Pagi berikut seperti pagi sebelumnya, kini Domi dan Dosi yang tidak hadir dimeja makan keluarga, dia sedang mengadakan bedah buku keseluruh penjuru Indonesia dan diluar negara Indonesia.
Rina mencoba memasuki ruang praktek Duga dan Duka, melewati lorong-lorong ruangan bedah, ternyata disana ada beberapa dokter Anesthesia yang membantu proses pembiusan bedah dan perawat bedah. Rina melihat Duga keluar juga dari kamar bedah paling akhir, menatap mata Duga yang tajam dan teduh membuat Rina putar haluan, melewati ruangan praktek, disamping ruang tunggu pasien, ada tangga menuju lantai 2. Tujuan Rina adalah lantai 4, diruangan Dosi.
“Ruangan kedokteran yang bersih tapi meneganggkan.”
“Kamu mendatangi Duga diruang prakteknya. Itu bisa mengganggunya.” Asisten Dosi menjawabnya, dia duduk dimeja Dosi. Ada kru band disana, Dosi tidak ada ditempat yang ada hanya asistennya yang mengatur rekaman, sedang berlangsung rekaman album musik jazz dan anak band slow rock, bergantian didalam studio musik yang kedap suara bersampingan dengan ruang kaca tempat siaran radio berlangsung. “Bantulah penyiarnya, karena salah satunya penyiarnya sibuk diruang rekaman mengatur sound system.”
“Aku harus pergi kursus, nanti malam aku siaran lebih awal mulai jam tujuh malam, maju dua jam dari biasanya jam sembilan malam.”
“OK. Terima kasih bantuannya.”
Rina turun kelantai 1, untuk bergegas pergi kursus. Sepintas Rina mendengar dibawah tangga lantai 1, disamping tempat tunggu pasien, ternyata Duga berada dibawah tangganya.
Duga membisikkan pelan ketika melewati Rina,”Dosi pria yang mengasyikkan diajak berbicara ?” Rina menoleh sejenak menatap mata Duga yang dekat, tajam yang teduh itu, tidak mampu Rina berlama-lama menatap dan menjawab, pergi berlalu menuju halaman samping dimana sopir menunggunya pergi kursus.
Didalam mobil yang melaju, Rina bergumam lega,”Membuat jantungku berdegup kencang.”
Jam tujuh malam Rina sudah cuap-cuap di radio. Asisten Dosi mengamati diluar kaca, kemudian Rina keluar karena ada jeda lagu dan iklan.
“Mau karaoke-an ?” Asisten Dosi menawari Rina, sekedar mengajak bicara supaya ada pembicaraan.
“Kalau ada Dosi aku mau.”
“Iyalah, sekarang masih sibuk rekaman lagu, tunggu Dosi pulang, mungkin dua minggu lagi.”
“Jam berapa kira-kira selesai rekamannya ?”
“Sampai selesai beberapa lagu, tidak semua lagu, asalkan setiap hari ada yang jadi, dua lagu minimal.”
Ternyata mereka cepat selesai pukul sebelas malam, studio ini sudah sepi, tinggal Rina seorang diri, dan Duga sudah duduk ditempat duduk Dosi, diluar ruang siaran berkaca.
“Sedang apa disini ?”
“Aku sedang melihat-lihat tulisan Dosi, membacanya novelnya, bacaan buku untuk seseorang yang tidak punya banyak pekerjaan.”
“Kamu menghinanya.”
“Tidak, puisi Dosi sangat kusukai, bukan novel dan lagu slow rocknya yang fullgar.”
“Kamu suka lagu kroncong dan dangdut.” Rina mencoba menggodanya.
Tapi Duga menjawab tenang,”Aku suka musik jazz.”
“Musik klasik ?”
“Tidak juga, terdengar biolanya seperti suara lalat.” Duga sedikit tersenyum geli.
Rina menyelesaikan siarannya hingga pukul dua belas tengah malam, tapi Duga sudah mendahuluinya turun, mungkin dia melakukan rutinitas seperti biasanya, berlari-lari kecil mengelilingi seluruh halaman rumah.
Dua minggu berlalu, anggota rumah ini lengkap kembali, dan Domi sudah kembali kerumah, Domi selalu memakai jas rapi dan berdasi, rambutnya berbelah kearah kiri, berminyak licin, seperti tampang executive muda.
Seusai sarapan pagi semua menuju tempat kerja masing-masing, anak-anak Niken juga kesekolah, Niken menunggu anak terkecilnya di sekolahan TK. Domi berenang di kolam renang, Rina memperhatikan selintas lalu, kemudian pergi lewat pintu samping menuju tempat parkir untuk pergi kursus.
“Kamu mencari Dosi ? Dia menunggumu, temui nanti kalau usai pulang kursus.” Domi berteriak di tepi kolam sambil berenang, ditujukan untuk Rina, yang melambaikan tangan dari belakang punggungnya, berarti dia mendengarkannya.
Setelah sholat Isya’ dan menyelesaikan pr dari tempat kursusnya, Rina naik kelantai 4, menemui Dosi ditempat kerjanya.
“Kamu tidak merindukanku, terimakasih sudah mengisi siaran di radioku ini.”
“Aku tidak merindukanmu, hanya sepi saja tidak ada yang menemaniku ngobrol.”
“Aku ingin menepati janjiku, membuatkan cerita untukmu, menurutmu apa temanya ?”
“Pembunuhan berencana...”
“Haaaaaaa...aku tidak pernah membuat cerita misteri, cerita romantis yang sering aku buat.”
“Karena itu buatkan untukku, menurutmu, karakter siapa didalam rumah ini yang pantas jadi seorang pembunuh ?”
“Dean yang yang mempunyai banyak teman kencan dan dibalik sifat femininnya tersembunyi sifat sadis dan pendendam.”
“Bagaimana dengan wajah Dirga yang keras dan kaku ?”
“Tidak Dirga seorang pekerja keras tidak sempat memikirkan cinta lainnya dan harta, dia hanya berfikir untuk bekerja.”
“Bagaimana dengan Dion seorang ahli keuangan dan akuntansi, yang menggelapkan uang perusahaan, untuk menutupi jejaknya dia membunuh rekan kerjanya. Bagaimana juga dengan Duga, yang menutupi sifat skopat nya dengan menjadi seorang dokter bedah mayat, yang bebas menyayat-nyayat mayat yang baru saja mati hingga darahnya berceceran , hingga sifat skopat Duga tertutupi...?????? Aku juga berencana membuat cerita komedi, bagaimana, kalau semua saudaramu diberi kumis tipis seperti Dear, hangat dan sederhana, pemalu tapi humoris, mereka juga mempunyai keahlian magic supranatural dan telepati.”
“Hahahahaha......Ternyata kamu gadis cerdas dan penuh imajinasi, akan aku buat kedua idemu itu, cerita misteri dan cerita komedi, aku suka ide barumu, akan kubuat novel itu dan kutulis namamu dibelakang bukuku nanti, sebagai seseorang pembuat ide cerita dan rasa terima kasihku. Kita karokean sambil menunggu jam siaranmu tiba.”
Rina berkarokean ria didalam ruang rekaman yang kedap suara.
Usai siaran sampai tengah malam, Rina penasaran dengan ruangan kaca disisi kanan dan sisi kiri, kolam dan taman, disebelah pintu keluar samping, menuju tempat parkir samping. Ada tangga juga disisi sini. Rina menaikinya, dilantai 2 ditemuinya Dean dan Dear didepan pintu kamarnya, duduk santai.
“Hai Rina kamu tidak pernah kesini kan, kemari.” Dean memanggilnya.
“Iya, aku menemuimu selalu ditempat kerja, bukan didepan kamarmu.”
“Inilah kamar kamar kami berdua.”
“Itu...” Rina menunjuk ruangan disisi kanan dan sisi kiri ruangan.
“Itu kamar-kamar untuk tamu, didepan kamar ini, itu ruang kerja yang biasa kamu kunjungi melalui tangga dari depan sana.”
“Berarti kemungkinan Duga tidur di ruangan kaca disamping taman dan kolam renang itu.”
“Kamu memikirkan Duga.” Dear menangkap pertanyaan Rina dengan cepat.
“Hmmmm, aku tidak tahu dia tidur dimana, karena kamarnya aku pakai.”
“Kamu tidak tidur dengannya ?” Dean menggoda Rina.
“Tidak.” Rina bergegas turun,”Sudah terlalu larut malam aku mau tidur, bye, sampai esok pagi.”
Bunyi seseorang yang berenang tengah malam, Duka dan Domi berenang berdua. Didalam kamar, didapatkan Duga menunggu Rina.
“Duduklah sebentar, aku ingin bicara.”
“Iya.”
“Ayah, mengetahui keberadaanmu, entah siapa yang memberitahu ke Ayah.”
“Kamu ingin mengusirku ?”
“Bukan.”
“Ayahmu yang ingin mengusirku ?”
“Bukan, kita akan dinikahkan.”
“Tidak, aku takut.”
“Aku tahu itu pasti jawaban kekanakanmu. Jangan pikirkan apapun hanya sebuah akad nikah resmi dan tak menuntut apapun. Kamu paham.”
“Usiaku ?”
“Semua bisa dibuat oleh Ayahku nanti, kita hanya menjalaninya.”
Rina akhirnya mengangguk pasrah.
Ketika Duga keluar dari kamar, kedua saudaranya menyaksikan Duga tengah malam sekamar dengan Rina. Domi dan Duka hanya memandang kaget, dan Duga mengangkat telapak tangan kanannya dengan santai, sambil senyum lebar.
“Ada apa ?” Duka segera memakai handuknya berlari menghampiri Duga.
“Nanti pagi saja, aku mengantuk.”
Pagi itu ,....
“Besok ayah akan berkunjung kesini.” Hanya itu yang Duga katakan dan membawa Rina pergi berdua.
Didalam mobil yang dikendalikan oleh Duga sendiri dan Rina disebelahnya,”Kita keliling-keliling dulu menenangkan diri, karena aku belum terbiasa melakukan sesuatu yang besar dalam hidupku tanpa perencanaan yang matang dan detail.”
“Apa rencana kita ?”
“Aku belum dapat ide.”
“Ini rencana pribadimu atau rencana ayahmu ?”
“Kita ngobrol di cafa saja, kita tadi makan belum selesai.” Duga mencari cafe24 jam, duduk diluar sambil menatap kendaraan yang berlalu-lalang dipagi itu.
“Mas kawin apa yang kamu inginkan.” Duga membuka pembicaraan sambil memesan susu kedelai coklat rasa cofe mocca, dan pastel buah stoberry.
“Serahkan desain ruangan dan pakaian pada Dean dan Dear, aku ingin pesta kebun di hall rumahmu, jadi kita hanya perlu memesan cicin permata, ditengahnya permata yang besar, dan disekitarnya ada dua baris permata kecil-kecil menutupi seluruh permukaan cincin.”
“”Hanya itu ?”
“Mobil VW yang imut seperti milik Niken berwarna kuning.”
“Jangan meniru milik orang lain.”
“Ok. Mobil dengan cap terbuka yang ada gambar kudanya diatas penutup mesinnya, didepan, berwarna merah merona, warna favoritku.”
“Kita sepakat.”
“Aku juga ingin perabota kamar yang baru, dengan warna keperakan dan pink.”
“Habis memesan cincin berlian, kita membeli isi kamar tempat tidur, menuju dealer mobil memesan mobil untukmu, lalu kamu mau kemana lagi hari ini ? kita jangan pikirkan kursusmu dan pekerjaanku, seharian ini kita berkeliling berdua, hari ini milik kita.”
“Ijinkan aku bekerja, kalau pagi sampai sore menolong dikantor ekspedisi Dion, Dion berjanji mengajariku mengolah data dan memasukkan data menggunakan Linux, dan malamnya menjadi penyiar dikantor radio milik Dosi, dan dihari libur menjadi model pemotretan untuk desain-desain Dean dan Dear.”
Duga meng-iya-kan,”Asalkan jangan lupa dengan kursus-kursusmu dan belajar.”
Mereka berdua menuju toko bunga,”Bunga apa yang kamu sukai ?”
“Aku ingin membeli bunga-bunga anggrek yang masih hidup digantung bersusun di taman juga ditepian kolam ikan, bunga-bunga kaktus akan aku letakkan memenuhi sisi jendela-jendela, bunga-bunga teratai pink, putih, ungu, akan aku letakkan diatas kolam ikan.”
“Hanya itu.”
“Aku ingin membeli pot besar diameter 60 cm, terbuat dari keramik, akan kuletakkan diujung-ujung ruangan kutanami bunga-bunga mawar putih,pink, dan ungu.”
Mereka berdua menuju toko hewan peliharaan,”Hewan apa kesayanganmu ?”
“Lucu sekali kucing ini, sepasang kucing persia, dan sepasang kucing siam bermata biru.”
“Boleh, ada lagi.”
“Sepasang angsa, buat sangkar besar diatas kolam ikan, dan sepasang merpati, buatkan rumah kecil yang tinggi ditengah taman yang berada dalam sangkar besar itu, untuk sepasang merpati putih.”
“Sudah hanya itu.”
“Aku ingin mengisi kolam ikan dengan ikan koi juga kura-kura.”
Mereka menuju toko perhiasan memesan cincin berlian, menuju toko furniture memesan perabotan kamar tidur, menuju showroom mobil membeli mobil, harus cash karena semuanya untuk mas kawin, kunci diberikan kepada Rina, dan didalam mobil Duga sudah seperti kebun binatang dan toko bunga, 2 pasang kucing, sepasang angsa, sepasang merpati, ikan koi dan kura-kura, bunga-bunga anggrek, bunga-bunga mawar, bunga-bunga kaktus.
“Kita keluarkan isi mobil di rumah, setelah itu kita sholat dhuhur dahulu, baru kita makan siang diluar, bagaimana ?”
“OK.” Rina menggangguk senang.
“Pernikahan adalah milik perempuan, dimana perempuan disaat itu harus dimanjakan.”
Sampai di rumah Duga memberikan komando ke sopir dan tukang kebun untuk mengerjakan kontruksi yang diberikan Rina, membuat sangkar dari kawat setinggi  5 meter ditaman, melepas ikan koi dan kura-kura di kolam ikan, membuat rumah kecil yang tinggi untuk merpati putih dipuncak bukit ditaman, setelah sangkar kawat selesai dilepaskan sepasang angsanya, ditaruhnya teratai diatas kolam ikan.
Ada tangga-tanggaan kayu 5 susun, sepanjang 5 meter disisi-sisi sangkar kawat, untuk meletakkan bunga-bunga anggrek, dan disekeliling kolam ikan.
Memindahkan bunga-bunga kaktus ke pot-pot kecil keramik dan menjajarkannya berbaris dibawah jendela-jendela di ruangan hall, didalam teralis.
Pot-pot besar ditanam bunga-bunga mawar aneka warna di letakkan diujung-ujung ruangan, dapur, ruang makan, di 4 sudut kolam renang, dibawah-bawah tangga. Cepat sekali selasai, para tukang kebun itu cepat kerjanya.
Adzan dhuhur berkumandang, Rina masuk kekamar untuk sholat, Rina sangat  puas karena semua sesuai dengan kontruksi. Duga menjadi senang melihat suasana hall dan taman juga kolam berubah menjadi lebih hidup.
“Kita makan siang ditepi pantai, melihat laut yang luas pemikiran kita jadi terang dan terlepaskan beban hidup.”
“Kamu suka pantai ?” Rina menatap wajah Duga dari samping yang menatap lurus kepantai, dimeja makan telah tersedia ikan bakar gurame dan panggang cumi.
Duga hanya diam.
“Itu kapal Dirga kan, bernama Dewa ?”Rina menunjuk kapal yang sedang berlabuh dipantai yang sedang beraktifitas bongkar muat barang.
Duga tetap diam hanya menggangguk kecil.
Mereka pulang selesai sholat Isya’ di musolah didermaga.
Didalam kamar Duga dimeja riasnya, diletakkan kotak berisi cincing berlian besar ditengah dan seluruh permukaannya ditutupi berlian kecil-kecil, kunci dan BPKB mobil mewah atas nama Rina. Tinggal ruangan kamar ini yang besok akan dipugar total diganti furniturnya, dengan furnitur dari kayu jati yang dicat warna perak dan dindingnya dicat pink pucat, akan kelihatan cerah dibandingkan warnanya yang dahulunya abu-abu.
Rina menemui Dean dan Dear untuk merancang baju pengantin untuk Rina dan Duga.
“Jadi kita berdua dahulu yang mengetahui rencana pernikahan kalian.”Dean berkata membuat desain pakaian sesuai keinginan Rina.
Rina menggumam dan menggangguk.
Pagi itu, Duga mengetuk kamarnya dan Rina menyuruhnya masuk.
“Pakailah baju sedikit mewah makan pagi ini, Ayah akan datang. Sambil membawa surat-surat yang dibutuhkan untuk pernikahan nanti.”
Duga ikut memilihkan gaun untuk Rina. Disaat, Rina dan Duga membuka pintu kamar untuk keluar, didepan pintu....Duga terkejut....
“Ayah....”
Tamparan pertama diwajah Duga saat itu, mengejutkan Rina yang menarik tubuhnya berlindung di balik pintu kamar yang terbuka penuh.
“Ternyata betul kata-kata orang, kalian sudah tinggal satu kamar.”
Danu tidak ingin mendengar alasan Duga langsung menuju meja makan.
“Kalian semua mengetahui kalau Ayah datang kemari pasti ada hal yang sangat penting, kita semua akan membahas pernikahan Duga dengan teman sekamarnya.” Telunjuk Danu mengisyaratkan bahwa Danu tidak ingin mendengar alasan Duga sepatah katapun, hanya tinggal mengikuti komando dari Danu. Titik.
Danu, seorang yang wajahnya mirip sekali dengan Duga alis matanya tebal landai dan teduh, garis wajahnya tegas dan pucat seperti wajah Dirga, postur tubuhnya tinggi seperti Dosi, giginya rapi kecil dan manis seperti senyum Dear. Danu seorang dokter ahli bedah umum.
Tidak banyak bicara, langsung memberi tugas masing-masing kepada setiap anak-anaknya, Danu pergi meninggalkan rumah itu.
Domi, menyiapkan mobil pengantin, dan mencat kamar Duga seperti keinginan Rina, siang itu furniturenya sudah dimasukkan kedalam kamar.
Dosi, menyiapkan meja-meja bulat mengelilingi kolam renang dan taman bersarang kawat, sound sistemnya dan pencahayaannya telah siap.
Niken memesan banyak kue, dan buah-buahan.
“Pantas hall ini sudah penuh bunga dan binatang peliharaan.” Dosi menghias meja-meja dengan taplak meja tenun putih, sambil berbisik kecil, kearah  Domi.
Pakaian pengantin, dan bed cover pengantinnya yang berlatar belakang pink dan putih telah disiapkan oleh Dean dan Dear, kerja serba kebut-kebutan tapi tetap rapi. Dean meletakkan tempat tidur kecil berwarna senada dengan bed cover pengantinnya, untuk 2 pasang kucing Rina didepan kamar mandi karena kucing tersebut sudah terlatih buang air di dalam kamar mandi yang terbuka.
“Mereka telah siap menikah. Malam ini pun serasa sudah siap menikah, karena semua sudah selesai, untung pengawaiku 10 orang itu serentak mengerjakan bed cover dan baju pengantinnya, sehari semalam tersulap, kling, jadilah.” Dear berputar-putar didalam kamar Duga bersama Dean. Sedang dekorasi luar ruangan diserahkan Dosi dan Domi.
“Kami berdua sudah boleh tidur disini.” Duga melihat kamarnya.
“Belum, penghulunya datang baru dua hari lagi, apa betul kalian sudah sekamar selama ini?” Dean penuh selidik.
“Apa wajahku semesum itu ?”
“Aku tidak tahu, tapi laki-laki dari golongan apapun, kalau ditempat tidur dengan perempuan tingkah lakunya sama semuanya.” Dean menjawab pertanyaan Duga, Duga tak banyak menjawab pergi begitu saja.
Prosesi pernikahan itu pun berjalan lancar, tak banyak tamu diundang hanya saudara dekat dan teman dekat.
“Kita tidak perlu terburu-buru kan, usiaku 26 tahun, usiamu 11 tahun, masih banyak cita-cita hidup ini yang belum tercapai. Boleh aku tanya kamu sudah menstruasi ?”
“Apa menstruasi itu ?”
“Setelah malam pengantin ini kamu pasti menstruasi.” Duga berbisik keteling Rina, mereka berdua sedang duduk ditepi tempat tidur, kemudian beranjak didepan kamar mandi menghambil handuk kecil, dilatakkan ditengah-tengah tempat tidur,”Aku susah tidur dengan kamar yang cerah ceria seperti ini, berarti nanti malan kita lembur hingga pagi.”
“Untuk apa dilapis handuk.”
“Supaya sprei yang semi sutra ini tidak ternoda darah ?”
“Darah siapa ?”
Duga menidurkan Rina ditengah tempat tidur,”Darahmu.”Itu yang dibisikkan Duga ditelinga Rina. “Pejamkan mata kalau kamu takut.”
Rina memejamkan mata, Duga membersihkan tubuh Rina dan membetulkan posisinya. Kedua kaki Rina dibuka dan dilipat kepinggang Duga, Kedua tangannya dibuka melilit ke leher Duga. Mereka saling berciuman dibibir.
“Biarkan aku masuk. Hm.” Duga berbisik.
“Aku takut.”
“Pejamkan mata, peluk yang erat, eratkan juga lilitan kakimu dipinggang.”
“Iya.....Aduuuuh....Ahk.” Rina merintih dan menangis.
Tangan kiri Duga mengangkat punggung Rina, tangan kanannya menekan bagian bawah Rina dengan beralaskan handuk, sambil membersihkan darah yang menetes kebawah.
Rina terus merintih, menangis, dan mendesah,”Aduuuh....nyeri didalamnya.”
“Tidak bisa berhenti disini belum tuntas.”
“Pelan-pelan, sakit.”Rina menggeliat geliat, Duga terus menekan.Lama, baru ditariknya sedikit, kemudian mengulang ulangnya.
Duga meletakkan Rina diatas pelukkannya.”Semuanya sudah terjadi. Aku siapkan dulu air hangat di bak, kita mandi bersama.” Duga kemudian beranjak dari tempat tidur.
“Darah apa ini ?” Rina mengangkat handuk yang ada dibawah bokongnya, yang tadi digunakan Duga membersihkan bagian sensitif Rina.”Ini menstruasi?”
“Bukan. Aku hanya menandaimu.” Duga berbalik badan dan tersenyum.
Keduanya tertidur kelelahan sampai pagi.
Keesokannya, pagi itu wajah Duga sedikit murung dan bersalah.
Ditempat prakteknya Duka mendekatinya,”Hidupmu dan ibadahmu sempurna saudaraku, selamat.”
“Seharusnya aku menunggunya dewasa, dia benar-benar masih anak-anak, aku memaksakan dia dewasa.”
“Aku tahu maksudmu, kita tutup rahasia ini, ini jalan terbaik, ok.” Duka melangkah kembali ketempat prakteknya sendiri.
Seminggu berlalu....
“Mana novel pembunuhan misteri dan comedi misteri ?”
“Novel misteri pembunuhan 201 halaman dan misteri comedi 170 halaman, aku akan memfotomu dengan pose rambut panjangmu menutup sebagian wajah dan kamu menatap tajam keatas, bisa kan ? kamu kan setiap sabtu minggu ada pemotretan desain-desain sepatu, tas, baju, merek Dean, berarti sudah biasa didepan kamera dan mudah menerima instruksi photographi.”
Rina mengangguk-angguk, melihat buku tanpa cover itu, berjudul ‘Misteri  D,D, dan D’ dan ‘Magnet dan Magic’.
“Jangan lupa malam nanti kamu sudah rutin siaran di radio.” Dosi mengingatkan Rina.”Apa kamu bahagia ?” Tiba-tiba Dosi menangkap raut wajah Rina yang ingin disembunyikannya,”Ingat, aku sudah memberitahukan kepadamu, penyiar harus pandai bersandiwara, sedih marah, seorang penyiar suaranya harus terdengar ceria bahagia.”
Rina mgangguk-angguk, meng-iyakan. Lama, baru Rina menjawab perkataan Dosi,”Duga hanya semalam saja tidur denganku, saat ini entah dia tidur dimana.”
Dosi membisikkan sesuatu. Sambil main mata. Rina mengangguk setuju.
Setelah menemui Dosi dan pemotretan cover novel, Rina singgah ke lantai 3, tempat Dion bekerja.
“Kapan kamu mengajariku menginstall Linux.”
“Kamu memasukkan data-data kantor dahulu, mengolah data yang ada, kalau sudah lancar baru aku akan mengajarimu menginstall Linux.”
“OK. Aku bekerja disini 3 kali seminggu setiap pagi hingga sore, karena 2 kali seminggu aku harus menyelesaikan kursusku, aku sudah membeli laptop baru untuk percobaan menginstall nanti.”
Rina singgah lagi di lantai 2, menemui Dean dan Dear, melihat baju rancangan Dean terbaru, dan ada pemotretan.
Bahan baju dari kulit kambing ringan, tipis dan tidak kaku, berwarna hijau terang, dikrah dan dipinggiran baju dan tangannya yang panjang diberi bulu kelinci berwarna abu-abu lembut. Sepasang dengan rok nya sepanjang setengah betis model A, berwarna hijau terang, tepian jahitan bawah roknya diberi juga bulu kelinci abu-abu muda yang lembut. Sepatu abu-abu dari kulit sapi, dihiasi bulu kelinci abu-abu. Sepasang dengan tas kecil bertali kecil panjang dicangklongkan menyilang dipundak dari bahan keseluruhan bulu kelinci abu-abu.
Dilantai 1, Rina memberi makan ikan-ikannya, kura-kuranya, angsanya, dan merpatinya yang berada didalam sangkar.
Menyemprot sedikit-sedikit anggrek-anggreknya, kaktus, dan bunga-bunga mawarnya.
“Pus...pus siam, pus...pus persia.” Rina mencari kucing teman tidurnya.
“Kucing mu berada dikamarku. Sudah kuberi makan.” Ternyata Duka mengamati kegiatan Rina, karena kebiasaan Rina naik ke kantor dilantai 2, 3, dan 4, melewati lorong tempat praktek Duka dan Duga, dan naik melalui tangga didepan, disamping tempat tunggu pasien. Duka membuka pintu kamarnya, keluarlah kucing-kucing itu dan berlari menghampiri tuannya, Rina.
Minggu pagi, Rina meminta Dirga mengajarinya mengendarai mobil mewahnya, berkeliling kompleks perumahannya, sampai hampir siang mendekati dhuhur, sebagai hadiahnya, Rina memasakkan Dirga makan siang.
“Mana Duga.” Dirga menanyakan Duga kepada Rina.
“Dokter tidak ada hari libur, orang sakit dan penyakit tidak melihat tanggalan merah.”
“Haaaaaa...betul. Masakanmu enak juga.”
“Boleh minta makanan sisa kalian, aku juga lapar.”Dosi menghampiri Dirga dan Rina.
“Kamu selalu tahu dimana aku berada, silakan saja makan seadanya, masih banyak.” Rina mempersilahkan Dosi duduk dengan isyarat tangannya.
“Kapan bedah buku terbarumu, aku penasaran.” Dirga bertanya.
“Minggu depan, Domi sudah mempersiapkan jadwalnya.”
“Domi juga masih hutang proyek denganku, katanya dia mencarikan investor untuk desain kapal pesiarku.”
“Domi masih menjadwalkan fesyen show Dean, dan bedah bukuku.”
“Aku sudah lihat rancangan bulu kelincinya di internet, hijau daun dan bulu kelinci.”
“Haaaaaaa...itu pasti fotoku.” Rina ikutan berbicara.
“Iya dan kisah pesulap yang mempunyai turunan keluarga peka indra keenamnya, yang konyol itu....betul itu abstrak ceritamu di blog  mu.”
“Itu juga ide ceritaku.....haaaaaa.” Rina ikutan berkomentar.
Dosi membawa makanannya keatas, tanpa berbicara apapun, sepertinya menuju kamarnya, karena dia naik dari tangga samping yang berada di parkir di halaman samping.
“Kenapa kamu sinis seperti itu.” Rina bertanya pada Dirga.
“Aku sebenarnya hanya menggodanya, blog nya ramai sekali peminatnya, dia banyak yang ingin menjadi pacar atau istrinya, tapi dia pandai cuap-cuap, hanya membuat GR penggemarnya itu, aku rasa dia orang yang ketakutan kehilangan penggemar, jadi kritikku tadi sangat menyentuhnya.”
“Kamu mendesain kapal.”
“Ya, anehnya orang Indonesia, blog ku yang berisikan ilmu pengetahuan dan bisnis membanggakan, tidak banyak peminatnya, dibanding blog nya para bintang film yang hanya jual tampang dan kata-kata indah.”
Dirga pun pergi menuju kapalnya, di dermaga.
Rina menuju tempat kerja Dosi, sebenarnya Duga selalu tahu bila Rina melewati tempat prakteknya menuju tangga didepan rumah.
Di lantai 4, masih banyak kegiatan walau hari minggu, ruangan siaran dilihatnya ada penyiarnya, diruang rekaman asisten lagu mengedit rekaman, diruang kerja Dosi, Dosi sedang karokean sendiri. Rina masuk  tanpa mengetuk karena pintunya juga pintu koboi tanpa kunci dan handel. Diam-diam Duga mengikuti Rina, tanpa disadari Rina.
“Bagaimana menurutmu seorang dokter itu.”
“Suatu profesi yang sangat lebih eksklusive dibandingkan seorang pengusaha, seorang pengusaha masih bisa bergaul dan berbaur dengan seniman selengekan sepertiku, tapi dokter belum tentu mau.”
“Mungkin Duga mendugaku seorang anak jalanan yang nakal dan liar. Dia sedikit enggan padaku, seperti kata Duka yang pernah memberitahuku tentang penampilanku layaknya gelandangan pertama kali aku memasuki rumah ini.”
“entahlah, tapi aku tidak pernah menganggapmu seperti gelandangan ataupun anak liar. Masalah enggan atau tidak, kamu sekarang sudah suami istri dengan Duga, tidak bermasalah siapa yang berhasrat lebih dahulu, istri yang mendahului, atau suami yang mendahului, itu tidak ada masalah. Seperti yang pernah kubisikkan padamu.”
“Apa dia tidak menolakku dan merasa jijik.”
Dosi memandang sejenak wajah Rina, dan tersenyum kecil,”Mana mungkin Dean dan Dear memajang foto-fotomu di etalase butik dan di internet jika kamu tidak mempunyai wajah menarik. Mana mungkin Duga tidak melawan ketika Ayah memaksanya menikahimu.”
“Kalau kamu yang dipaksa menikah denganku, apa kamu bereaksi sama dengan Duga.”
Wajah Dosi yang putih bersemu merah,”Aku tidak berfikir kesana. Lebih baik kita karokean sekarang sambil menghabiskan waktu senggang.”
Duga perlahan turun kembali ke tempat prakteknya mendengar percakapan mereka berdua, tidak jadi menggebrak keberadaan Rina dan Dosi yang hanya berduaan saja diruang kerja.
Diam-diam Duga membuka blog yang dimiliki adik-adiknya, tentu blog yang pertama dibukanya blog milik Dosi, yang berjudul,”SEBUAH PERJALANAN”, disitu terakses dua buku terbarunya berjudul,”MISTERI D, D, DAN D”,bercover wajah seorang wanita tertutup sebagian wajahnya dengan rambut panjangnya, berlatar belakang merah hati, Duga mengamati itu adalah wajah istrinya. Buku yang satunya lagi berjudul,”MAGNET DAN MAGIC”,dengan cover buku seorang wanita berjubah coklat tua memegang peti tembaga berdiri di dermaga menatap pantai dan sebuah kapal pesiar yang bersandar dipelabuhan. Duga mengamati, itu juga foto istrinya.
Duga juga membuka blog Dean, butik DeDe nya, dan produk terbarunya hijau dan bulu kelinci, Duga tersenyum lebar, produk fesyen itu dikenakan istrinya dalam berbagai pose, Duga mengklik produk tersebut dan membeli produk itu via internet, dan beberapa produk andalan dikliknya, gaun pesta biru menjuntai panjang kelantai berhias permata blue safire didada dan dirok panjangnya, juga dikliknya. Tentu Duga tidak kawatir dengan ukurannya, karena semua gaun itu diperagakan oleh istrinya sendiri.
Duga membuka blog Dirga, “KAPAL NAGA SURYA”,rancangan terakhir kapal Dirga, sebuah kapal pesiar tidak terlalu besar berlantai 4, kelas 3 didalam lambung kapal, sampai kelas 1 nya berada dianjungan kapal, plus kolam renang di anjungan, lantai 4 merupakan kamar-kamar untuk perwira kapal,”Dia juga mendesain interior dan instalasi listriknya. Aku tertarik berinvestasi disini.”
Duga beristirahat dan keluar dari ruang prakteknya, melihat-lihat mobil yang berlalu lalang, tiba-tiba, BRAK..., Dosi dari arah belakang menabraknya, ternyata dia buru-buru turun dari tangga, memancing emosi Duga yang lama terpendam, ditariknya punggung Dosi kemudian ditampar wajahnya, Dosi merasa tidak bersalah menghantam balik Duga, pertengkaran yang tidak begitu hebat itu, mengundang Duka melerai mereka, dan menampar kedua-duanya,”Bagus dua saudara saling beradu otot.”
Duga masuk kembali kedalam tempat prakteknya, menunggu pasiennya mendaftar dimeja asistennya, dan ini juga baru pukul 8 pagi, buka prakteknya pukul 10 nanti.
Duga ingin melihat istrinya dilantai atas, kemudian dia mencek tempat kerja adik-adiknya dilantas atas, kantor Dear dan Dean sepi, Dean sedang ada peragaan busana diluar pulau, ternyata Rina berada dilantai 3 bersama Dion.
“Hai Duga, istrimu asistenku sekarang.....Lihat di komputer didepanmu merupakan buku tamu untuk menanyakan nama, alamat, jenis barang, berat barang, dari mana dan tujuannya kemana, print untuk bukti pengiriman. OK. Komputer disisi kirimu, komputer debit kredit, surat-surat di kananmu merupakan debit berupa surat-surat pengiriman barang, kertas-kertas dikirimu merupakan maintenant kantor yang merupakan kredit. OK. Kalau kurang paham tanyakan orang disebelahmu, kita semua rekan kerja.”
“Aku mengganggu.”Duga mengawasi istrinya dan Dion yang sedang sibuk dengan komputer.
“Tidak juga, aku merupakan tentor istrimu, dia duduk dimejaku, Rina menjadi asistenku. Angkat telpon langsung katakan “EXPEDISI NUSANTARA JAYA”.” Dion menjawab perkataan Duga sambil juga menerangkan sistem kerja kantor kepada Rina.
“Aku turun kalau begitu, mungkin sedikit mengganggu.”
“Tunggu aku mau kebawah juga untuk mericek muatan dibawah.”
Duga dan Dion turun bersama.
Rina turun ke lantai 1, tengah malam setelah siaran di radio, dilihat semua lampu sudah temaram kehijauan kecuali tempat praktek Duga lampu neon putihnya masih menyala, Duga juga tidak berlari-lari kecil dihalaman, langkah Rina masuk lorong-lorong kamar bedah sebenarnya didengan oleh Duga.
Rina tidak mendapati Duga didalam kamar, semua lampu ruangan dan taman juga sudah temaram kehijauan, kecuali tempat praktek Duga terang putih. Dibukanya tempat praktek Duga, Duga pura-pura tidur dikursi prakteknya.
Rina duduk dipangkuan Duga, memeluk lehernya dan berbisik,”Temani aku tidur dikamar.”
Duga membuka matanya,”Aku mandi dahulu, serasa kotor usai memeriksa pasien yang sakit.”
Duga berjalan bersama masuk kedalam kamar berdua.
Duga mengamati cara tidur Rina yang menjelajah berputar-putar, kadang kakinya menyilang ke badan Duga, kadang kepalanya dikaki Duga, sambil mengigau,”Ibu.”
Duga mengangkat badan istrinya dan membetulkan posisi tidurnya, meletakkan dipelukkannya, setiap Rina ingin merubah posisi tidurnya Duga meng-eratkan dekapannya. Hingga Rina akhirnya terjaga.”Kalau kamu merasa tidurmu gelisah, tidur saja dipelukkanku.”
Rina menyusupkan kepalanya diketiak Duga, seperti anak bayi yang menyusupkan kepalanya diketiak ibunya.
 Duga memutar kepala istrinya, dan menciumi bibirnya.”Sakit ?”
Rina menggeleng.”Menyenangkan.”
“Itu yang Dosi ajarkan.”
“Tidak ini lebih menyenangkan.”
“Pegang dan masukkan sendiri kalau kamu ingin.”Duga berbisik ketelinga Rina, dan meletakkan tangan kanan Rina ke anggota vitalnya.
Rina meletakkan ujung punya suaminya ke punyanya.
“Kalau dipegang seperti itu hanya ujungnya yang masuk.” Duga merubah letak kedua tangan istrinya diatas bokongnya.”Tekan tangannya.”
“Ahk..”Rina terpekik dan mendesah, menandakan sudah masuk sampai kepangkalnya.
Kini giliran Duga menekan lebih dalam.
Pagi yang indah, Duka berenang di kolam renang, Rina sibuk memasak bersama Niken di dapur.
Dimeja makan, Domi, Dean, dan Dosi, tidak hadir.
“Kemana ketiga orang itu.” Duka seperti biasanya membuka pembicaraan.
“Mereka tour keseluruh Indonesia dan Asia.”Dirga menjawab pertanyaan Duka.
“Sebenarnya aku ingin ikut tour mereka, pasti mengasyikkan.” Rina menanggapi kabar dari Dirga.
“Sehebat itu ?” Duga membuat pertanyaan untuk pernyataan Dirga,”Sepertinya kamu menyukai masakan istriku ?”
“Kamu cemburu ? Kamu tidak menyadari punya saudara-saudara yang memang bertalenta tinggi.”Dirga tidak kalah sinis, karena dia memang sinis.
“Domi harus kerja keras karena istrinya sedang hamil anak ke 4 nya.” Duka memberitahukan kabar gembira itu kepada semua adiknya. Kecuali Duga, mengetahui lebih dahulu karena Duga adalah dokter nya.
Cepat sekali sepi setelah acara makan pagi ini, karena semua mempunyai kesibukan masing-masing.
Hari cepat sekali berganti....
“Aku tidak pernah menstruasi. Siapa tahu aku hamil, badanku terasa gemuk dan berat, baju rancangan Dean harus dirombak karena ini.”
“Sebenarnya, teorinya, kamu menstruasi sekali saja sebagai tanda kehamilan.”
“Siapa yang tahu kalau aku hamil tanpa menstruasi lebih dahulu, aku mau test kehamilan saja, beli di apotik, siapa tahu teorimu salah.”
Mereka berdua duduk dalam kamar menunggu hasil test kehamilan.
“Nah ini tanda setrip dua, berarti hamilkan.” Rina menunjukkan itu kepada Duga.
Duga tersenyum antara tidak percaya dan senang, kemudian mencium kening dan pipi istrinya,”Jaga baik-baik dirimu, agar semuanya juga berjalan baik.
Rina mengangguk.
“Kamu tahu kehamilan merupakan saat terindah untuk semua perempuan.”Niken berbincang-bincang dengan Rina didapur, sebagai sesama wanita hamil.
“Bagiku saat yang melelahkan, malas, dan mudah mengantuk.”Rina mengomentari pendapat Niken.
Dean dan Dear mendesainkan gaun untuk wanita hamil dan wanita yang mempunyai bobot tubuh yang subur. Terinspirasi dari Rina yang sedang hamil. Sehingga pemotretan tetap berjalan lancar dan gaun Dean mencakup berbagai kalangan.
“Apa kamu tidak mempunyai ide tentang kehamilanku.” Rina juga bertanya pada Dosi.
“Iya, aku ingin menulis tentang keluarga harmonis, novel keluarga, cocok untuk bacaan anak-anak.”
“Kamu tidak ingin menulis cerita Horor, setan dan mistik.”
“Aku belum pernah menulis cerita Horor dan mistik.”
“Dia seorang yang sulit hamil, dan dia hamil karena mengambil kehamilan orang lain....”Rina memberikan ide kepada Dosi.
“Ohhhh....betul juga, di Indonesia masih banyak mistik dan tenung, karena Indonesia berhutan-hutan, bergunung-gunung, berpulau-pulau.” Dosi mendapatkan ide cerita horor, dan bermain mata dengan Rina tanda setuju.
Ternyata waktu memang cepat berjalannya.....
Rina berteriak-teriak seperti anak kecil, Duga kebingungan mendengar dan menanti kelahiran anaknya.
“Anak laki-laki.”Dokter specialis anesthesia yang membantu kelahiran Rina memberitahukan kepada Duga,”Selamat, ya.”
Seminggu setelah kelahiran anak pertama Duga, hampir bersamaan juga dengan kelahiran anak Domi, akan diadakan acara akikah.
Malam akikah itu, semua keluarga berkumpul.
Duka membawa pasangannya seorang Apoteker yang bekerja di apotik bersebelahan dengan tempat prakteknya.
Dirga menggandeng seorang perempuan, perwira kapal yang membawa seorang teman perempuannya, kedua perwira itu mempunyai tinggi badan yang diatas rata-rata wanita Indonesia, 175 cm, seorang perwira memang diukur tinggi badannya, untuk wanitanya minimal setinggi 155 cm. Ternyata teman perwira yang digandeng Dirga, merupakan kekasih Dion. Mereka berempat duduk diujung ruangan, sambil bermain laptop, seperti kesenangan Dion.
Diujung lainnya Domi sibuk dengan keempat buah hatinya, yang bayi digendongnya, Niken sibuk didapur bersama keempat istri Danu.
Disisi kolam renang duduk berempat, Dosi, Dean, Dear, dan Rina yang menggendong bayinya.
Disebrang sisi kolam renang, duduk berempat, Danu, Duga, Duka, dan kekasihnya.
“Tahukah kalian nama anak Domi, yang baru lahir seorang bayi perempuan bernama Dominka, dan ketiga anak tirinya, ditambah namanya menjadi douglas Lukas, Dofario Robby, dan Deasy Bunga.” Dosi membicarakan nama anak Domi.”
“Kamu tidak ingin membicarakan nama anakku Duta, aku akan menambah namaku juga Duku Rina.”
“Dukun Rina....haaaaaaaa.”Dean tak tahan mendengar itu semua, dan mereka berempat tak tahan melepas tawa.
Sedang yang disebrang kolam renang, Duga menahan hati melihat istrinya tertawa gelak bersama Dosi dan kruni nya.
“Aku membaca ceritamu yang misteri comedi, aku sedikit tersanjung memiliki kumis tipis ini.”Dear ternyata diam-diam membuka dan membaca internet, dan membuka blog Dosi.
“Haaaaaa...aku tidak bisa membayangkan kalau di filmkan wajahku ini diberi kumis.” Dean adalah tipe laki-laki yang tidak kontrol untuk tertawa, sehingga mempengaruhi orang disekitarnya untuk ikut tertawa.
Duka tidak tahan melihat wajah Duga yang sendu-sendu cemburu, lalu dia meng-SMS Dean,”Kalian sedang membicarakan apa kok tertawa-tertawa.”
Dean menjawab SMS Duka,”Kita sedang bermain kartu tarot.”
Duka membalas SMS lagi,”Apa kata kartu tarotmu.”
Dean adalah orang yang senang dengan keisengan,”Aku memegang kartu AS mu.”
Wajah Duka dan Duga, sama memerahnya, ditelponnya Domi,”Apa kamu kenal wanita-wanita yang dekat dengan Dosi, Dean, dan Dear ?”
Dari telpon Domi menjawab,”Tenang saja sebentar lagi mereka bertiga berhenti tertawa.”
Memang betul tidak lama kemudian datang tiga orang wanita tinggi semampai dan cantik, tinggi rata-rata seorang peragawati, 178-180 an, ukuran tubuh yang sangat tinggi untuk seorang wanita Indonesia, ketiga wanita itu pun bukan asli Indonesia, Indo-Eropa, mendadak tawa Dosi, Dean, Dear terhenti, dan Rina pindah posisi duduknya diseberang kolam renang, disebelah Duga.
“Coba buat kami berempat tertawa seperti Dosi, Dean, dan Dear.”Duka mencairkan suasana. Pembicaraan itu ditujukan untuk Rina.
“Aku ingin mengganti namaku menjadi Duku Rina, agar sama degan anak dan suamiku, Duga dan Duta.”
“Haaaaaaaaaa.....”Kini Danu yang tertawa terbahak-bahak, itukah yang membuat kalian tertawa, Danu memang seorang karismatik dan unik.
“Dan kami saling menunjuk siapa karakter yang paling tepat jadi seorang pemeran pembunuhan dalam buku novel Dosi, hingga kami berempat saling menunjuk.”
“Haaaaaaa...itu memang lucu. Apa yang membuat kalian bersitegang sesama saudara.” Danu berkata bijaksana.
Diseberang kolam, Dosi, Dean, dan Dear melihat, kini Danu, Duga, Duka, Rina berganti yang tertawa-tawa.
“Anakmu sudah tertidur dipelukkanmu.”Duka mengingatkan Rina.
“Tidurlah kalian berdua nanti kelelahan.” Danu menyuruh Duga dan Rina tidur.
Duga memeluk, menuntun Rina yang menggendong bayinya menuju kamar mereka berdua.
Diseberang kolam Dosi mengikuti langkah Duga dan Rina dengan menoleh dangkal, seperti cuplikan yang tertulis dalam salah satu buku novelnya,”MAGNET DAN MAGIC”.”TIDAK ADA SEORANG PUN YANG MENGETAHUI DALAMNYA CINTA DI HATI, WALAUPUN SESEORANG ITU MEMILIKI KEPEKAAN INDRA KEENAMNYA.”